kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Mengintip makin eratnya sinergi bank pelat merah, dari ATM hingga QR code


Sabtu, 09 Februari 2019 / 09:00 WIB
Mengintip makin eratnya sinergi bank pelat merah, dari ATM hingga QR code


Reporter: Ahmad Febrian, Anggar Septiadi, Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang, Maizal Walfajri, Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nampaknya Kementerian BUMN dan perbankan pelat merah makin sadar bahwa pasar Indonesia terlalu besar untuk digarap sendiri-sendiri. Karena itu dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan bank milik negara makin gencar berkonsolidasi.

Penguatan sinergi dari perusahaan keuangan pelat merah ini nyatanya bukan barang baru. Dalam beberapa tahun ke belakang, berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan konsolidasi secara bertahap. Mulai dari penggunaan teknologi hingga rencana pembentukan holding keuangan.

Selain melibatkan keempat bank BUMN, upaya konsolidasi ini juga mengikutsertakan perusahaan pelat merah dari sektor lain. Misalnya saja dari grup Telkom untuk mengisi kebutuhan dari sisi teknologi.

Sejak awal 2017 lalu, PT Jalin Pembayaran Nusantara (Link) yang merupakan anak usaha Telkom mengantongi izin dari Bank Indonesia (BI) sebagai prinsipal, penyelenggara switching dan penyelenggara kliring kartu ATM. Dari situ, bank nasabah Bank Mandiri, BRI, BNI maupun BTN bisa menggunakan mesin ATM Link dengan sejumlah keunggulan semisal biaya yang lebih ringan.

Dari mesin ATM, konsolidasi terus berlanjut dengan integrasi terus belanjut ke mesin electronic data capture (EDC).

Namun konsolidasi perusahaan BUMN ini tak hanya berhenti sampai sana. Kali ini, platform pembayaran dan uang elektonik dari masing-masing bank juga bakal dikumpulkan dalam satu rumah. Lagi-lagi, bantuan dari Telkom yang menguasai teknologi ikut dilibatkan.

Transformasi T-Cash menjadi LinkAja

Platform pembayaran dengan uang elektronik memang bak jamur di musim hujan. Berbagai transaksi masyarakat makin banyak yang menggunakan sistem ini. Termasuk uang elektronik berbasis server. 

Sejauh ini, ada dua platform pembayaran yang menguasai pasar di Indonesia yakni Go-Pay dan Ovo. Sementara platform T-Cash milik Telkomsel yang notabene anak usaha BUMN masih berada di posisi ketiga. Padahal umur Go-Pay dan Ovo belum sampai lima tahun.

Tak mau makin keteteran, Kementerian BUMN sejak akhir tahun 2018 mendorong BUMN untuk bersatu membentuk platform pembayaran bernama LinkAja. Transformasi dari T-Cash ini akan resmi meluncur 21 Februari mendatang.

LinkAja akan berada di bawah anak perusahaan Telkomsel dalam bidang fintech sistem pembayaran Indonesia yaitu PT Fintek Karya Nusantara (Finarya). Berdasarakan keterbukaan PT Telkom Tbk (TLKM) ke BEI pada Jumat (25/1) lalu, Telkomsel mempunyai 99% saham Finarya.

Jika tak bersatu memang akan berat melawan Ovo yang digunakan start-up decacorn Grab dan unicorn Tokopedia atau Go-Pay yang didukung unicorn Go-Jek. Mereka tak segan "membakar duit" untuk ekspansi bisnis. Dengan bersatu, LinkAja lebih memiliki peluang untuk mengadang Go-Pay dan Ovo, karena mereka akan lepas dari sistem perbankan.

Pasalnya jika masih di bawah perbankan, masih harus mengikuti aturan bank yang amat ketat. Plus harus tunduk pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Sedangkan bila berdiri sendiri, LinkAja bisa bergerak lebih lincah.

Tak cuma itu, dengan bergabungnya semua BUMN, mereka bisa memanfaatkan merchant masing-masing. T-Cash misalnya kuat di gerai-gerai modern di mal dan pasar tradisional. Sementara Bank Mandiri sudah lama menjadi mitra Indomaret. Di sisi lain Bank BNI sudah bekerjasama dengan Alfamart. 

Sistem pembayaran berbasis server menggunakan aplikasi QR code diramal akan semakin populer. Menurut Kartika Wirjoatmodjo, Direktur Utama Bank Mandiri, akan ada perubahan transaksi dari mesin EDC ke QR. Sementara Pemimpin Divisi Electronics Banking BNI Anang Fauzi bilang, pembentukan LinkAja masih dalam proses migrasi pengguna dari uang elektronik server based ke platform bar. "Semua dikerjakan pararel," kata Anang.

Integrasi uang elektronik server based

Makin dekatnya deadline peluncuran LinkAja, Kementerian BUMN pun makin serius mendorong perusahaan pelat merah untuk mengintegrasikan uang elektronik berbasis server dari masing-masing perusahaan. Bank Mandiri misalnya yang memiliki e-cash, Lalu Bank BRI dengan T-Bank, Yap/Uniqku punya Bank BNI, T-Money milik Telkom serta T-Cash kepunyaan Telkomsel. Operasional LinkAja akan dimulai bertepatan dengan penyelenggaran JavaJazz pada awal Maret 2019. 

Pemilik LinkAja nantinya adalah seluruh BUMN yang berpartisipasi. Anang mengatakan, Kementrian BUMN melihat LinkAja sebagai produk nasional yang inovatif di dalam sektor layanan keuangan yang mampu memberikan layanan dan akses terhadap berbagai layanan keuangan baik bagi masyarakat yang bankable maupun masyarakat Indonesia yang masih underbanked dan unbanked.

Sementara Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko mengatakan, integrasi uang elektronik berbasis server bisa dilakukan asal tidak melanggar regulasi.

Saat ini izin operasional LinkAja sudah diajukan kepada BI. Namun Onny enggan menyebut pihak yang mengajukan izin. Ia memastikan bukan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) atau anggotanya yang mengajukan izin. Sementara izin platform QR Code Himbara yang sebelumnya direncanakan pun masih diproses oleh BI. "Nanti platform QR Code Himbara terintegrasi dengan LinkAja," kata Maryono, Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), Rabu (6/2).

Bagaimana nasib uang elektronik berbasis kartu?

Selain ngebut melakukan integrasi dari uang elektronik berbasis server lewat QR Code, rupanya platform uang elektronik bebasis kartu juga disiapkan untuk terintegrasi. Meski rencana ini disiapkan untuk tahap berikurnya.

Dengan begitu, kelak seluruh platform sistem pembayaran digital bank pelat merah hanya akan punya satu merek saja, yakni LinkAja. "Iya nanti akan pakai brand LinkAja," kata Anang.

"Kategori uang elektronik card-based beserta use case, atau merchant-nya akan direncanakan untuk dimasukkan ke tahap integrasi berikutnya sambil menunggu kesiapan infrastruktur dan kesiapan teknologi merchant terkait," lanjut Anang.

Artinya kartu elektronik milik anggota Himbara tadi, misalnya TapCash (BNI), Brizzi (BRI), dan e-money (Mandiri) juga akan berubah menjadi LinkAja. 

Tak bisa dipungkiri, transaksi uang elektronik berbasis server bisa jadi akan semakin menjadi gaya hidup masyarakat. Kendati demikian, bankir masih memprediksi uang elektronik berbasis kartu masih bisa eksis.

Namun seiring waktu, Anang menilai produk ini akan tergantikan payment lainnya termasuk QR Code. Adapun jumlah transaksi uang elektronik BNI diklaimnya masih bagus. Bisnis Kartu BNI TapCash tumbuh dari 23 juta transaksi pada akhir tahun 2017 menjadi 51 juta transaksi atau tumbuh 119% yoy pada akhir tahun 2018.

Pertumbuhan jumlah transaksi tersebut dibarengi dengan nilai transaksinya yang tumbuh dari Rp 158 miliar pada akhir tahun 2017 menjadi Rp 807 miliar pada akhir tahun 2018.

Begitu juga dengan pertumbuhan jumlah transaksi yang menggunakan uang elektronik berbasis aplikasi BNI yaitu UnikQu. Jumlah transaksi UnikQu meningkat dari sekitar 45.000 pada tahun 2017 menjadi 254.000 pada akhir tahun 2018 atau tumbuh 456% yoy, dimana nominal tranksasinya pun meningkat 295% yoy.

Namun Senior Vice President Transaction Banking and Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi lebih percaya diri. Ia menyebut LinkAja nantinya akan menghadirkan layanan holistik dengan beragam fitur pembayaran seperti pembayaran tagihan seperti listrik, PDAM, BPJS, Internet. Selain itu, transaksi di merchant seperti Pertamina hingga pembelian online juga dapat dilakukan lewat produk anyar ini.

"Meski demikian, kami melihat potensi bisnis dari pengembangan uang elektronik berbasis kartu masih tetap ada, khususnya pada sektor usaha dengan ticket size kecil. Misalnya untuk pembayaran tiket parkir ataupun tiket kendaraan umum. Artinya, fungsi uang elektronik berbasis kartu akan saling komplementer dengan uang elektronik berbasis server atau e-wallet," ujar Thomas kepada Kontan.co.id pada Rabu (6/2).

Thomas pun menyebut hingga akhir Desember 2018, Bank dengan sandi saham BMRI ini telah menerbitkan sebanyak 16,4 juta kartu dengan akseptasi mandiri e-money di lebih dari 45 ribu merchant dan 60 ribu lokasi top up. Adapun porsi transaksi besar pada sektor transportasi meliputi jalan tol, parkir, dan Trans Jakarta.

"Dari jumlah tersebut, frekuensi transaksi Mandiri e-money pada pada tahun 2018 telah mencapai 1,1 miliar dengan nominal transaksi Rp 13,4 triliun," tambah Thomas.

Holding keuangan

Kolaborasi antara bank pelat merah juga menuju ke arah pembentukan holding keuangan. Menteri BUMN Rini Soermarno optimistis holding keuangan ini bisa diwujudkan di paruh pertama tahun ini. 

Nah terkait dengan kolaborasi di bidang teknologi, langkah Kementerian BUMN untuk membentuk bikin platform sistem pembayaran pelat merah yang terintegrasi makin benderang. Hal ini setelah Finarya yang dibentuk sebagai pengelola platform diproyeksikan akan masuk menjadi bagian holding keuangan yang juga tengah dipersiapkan Kementerian BUMN.

"Iya benar, akan masuk ke holding keuangan nanti," kata Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo kepada Kontan.co.id, Jumat (8/2).

Gatot sekaligus menegaskan pernyataan Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wiroatmodjo yang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komsisi XI DPR pertengahan Januari lalu menyatakan, Finarya akan masuk holding keuangan di bawah komando Danareksa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×