kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minim sosialisasi, investor ritel jarang melirik EBA-SP


Sabtu, 10 Februari 2018 / 18:15 WIB
Minim sosialisasi, investor ritel jarang melirik EBA-SP


Reporter: Dimas Andi | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Efek beragun aset berbentuk surat partisipasi (EBA-SP) sejatinya bukanlah instrumen keuangan yang benar-benar baru di pasar modal Indonesia. Instrumen ini sudah ada sejak 2015 silam. Tapi, instrumen ini belum terlalu dikenal oleh investor.

Deputi Direktur Perizinan Pengelolaan Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) I Made Bagus Tirthayatra menjelaskan, EBA-SP merupakan instrumen yang diterbitkan dengan portofolio berupa kumpulan piutang. Piutang tersebut diperoleh dari kreditur asal yang sebelumnya mendapat pemberian kredit pemilikan rumah (KPR) dari debitur.

Produk EBA-SP baru pertama kali diluncurkan pada 2015 seiring dengan terbitnya POJK 23/POJK.04/2014. Saat ini, di Indonesia, instrumen keuangan ini baru dikeluarkan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) saja. Dari sisi pihak kreditur asal, hingga kini baru ada Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Mandiri yang pernah menjalankan fungsi tersebut.

Menurut Sid Kusuma, Senior Vice President Head of Securitization & Loan Purchase Program SMF, pihaknya telah menerbitkan empat EBA-SP sampai tahun lalu. Nilai sekuritisasi dari keempat penerbitan tersebut mencapai Rp 2,7 triliun.

Nah, tahun ini SMF berencana menerbitkan lagi produk ini senilai Rp 2 triliun. "Perkiraan kami transaksi EBA-SP akan terjadi bulan Maret," kata Sid, Jumat (9/2).

Selain jumlah produk yang masih mini, investor yang bergabung pada EBA-SP tergolong masih sedikit. Produk ini juga lebih condong menjangkau investor institusi saja. Per 31 Januari, 41% investor EBA-SP berasal dari perusahaan dana pensiun. Sedang jumlah investor ritel yang berinvestasi EBA-SP masih sedikit.

Minimnya pengetahuan terhadap EBA-SP menjadi penyebab rendahnya jumlah investor dari kalangan ritel. "Padahal EBA-SP bisa menjadi pilihan bagi investor yang ingin melakukan diversifikasi pada portofolionya," ungkap Made. Alhasil, frekuensi dan volume transaksi EBA-SP di pasar sekunder cenderung minim.

Padahal pembelian EBA-SP tergolong mudah, karena biaya minimum investasi hanya Rp 5 juta. Kemudian, dana investasi tersebut diteruskan kepada kreditur asal atas instruksi penerbit.

Investor akan mendapat manfaat investasi berupa klaim langsung kepada aset yang menjadi dasar EBA-SP. Investor juga diuntungkan dengan rendahnya default rate berkat terbaginya aset piutang ke dalam banyak debitur.

Selain itu, potensi gagal bayar ketika berinvestasi EBA-SP tergolong kecil. Mengingat seluruh EBA-SP yang telah diterbitkan mendapat peringkat idAAA dari Pefindo. "Karena kualitas aset KPR-nya bagus," tutur Made.

Sid menambahkan, potensi imbal hasil dari EBA-SP juga menarik. Berkaca pada penerbitan EBA-SP terdahulu, imbal hasil instrumen tersebut rata-rata 75–100 bps lebih tinggi ketimbang return surat utang negara (SUN) untuk tenor yang sama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×