kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah diminta perbaiki kinerja kementerian


Selasa, 07 Agustus 2018 / 20:50 WIB
Pemerintah diminta perbaiki kinerja kementerian
ILUSTRASI. Penjualan telur ayam


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Poin Nawacita untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang mandiri dan berdaulat pangan, juga berkembangnya ekonomi kerakyatan dalam era pemerintahan Joko Widodo tampaknya semakin sulit tercapai. 

Apa yang dilakukan Menteri Pertanian Amran Soelaiman dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dinilai sejumlah kalangan tak mendukung program kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Ambil contoh di sektor pertanian. Kapasitas sektor pertanian terlihat semakin turun dan menjauhi cita-cita swasembada pangan berbagai komoditas yang digaungkan oleh Menteri Amran.

Di sisi lain, holdingisasi dan ekspansi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tengah digencarkan Kementerian BUMN, bisa berdampak negatif terhadap para pelaku industri secara umum, khususnya swasta dan pembangunan ekonomi kerakyatan. 

Peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus melihat, salah satu ketidakoptimalan sektor pertanian dala meraih kedaulatan dan kemandirian ini dapat terlihat dari perdagangan internasional Indonesia yang ‘berdarah-darah’.

Pasalnya, ada dominasi struktur impor barang konsumsi yang tidak mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. “Dominasi struktur impor barang konsumsi semakin besar. Sekarang 9%. Ini indikasi bahwa pertumbuhan industri lain mengambil keuntungan dari market negara kita,” katanya.

Terkait hal ini, ia mengingatkan, penting bagi Joko Widodo untuk memperbaiki sisi kelembagaannya di sektor ekonomi jika mau memimpin lagi di periode ke depan. Ia melihat, sejauh ini banyak ketidaksolidan antarkementerian. Khususnya terkait data yang tidak seragam dengan kebutuhan yang ada. 

Salah satunya, ia menilai, Kementerian Pertanian kerap mengeluarkan data yang berbeda dengan Badan Pusat Statistik. Yang pada akhirnya, data yang berbeda ini membuat tataniaga berbagai bermasalah karena dimanfaatkan oleh segelintir pihak.

Kementerian Pertanian selalu mengklaim produksinya cukup dan cukup untuk beberapa komoditas. Sementara di pasar harganya mahal. Ini dinilainya sangat anomali.

Pertumbuhan melambat

Yang juga perlu dperhatikan adalah terkait sektor industri. Pasalnya, sektor ini sangat berperan terhadap produk domestik bruto (PDB). Sayangnya, pertumbuhannya sekarang sangat melambat. Kementerian BUMN dinilainya kurang mendukung tercapainya hal ini. 

“Sangat sulit di atas 5%. Ini dilakukan reindustrialisasi. Kembangkan industri yang ada potensinya. Pertama industri agro, industri mining,” imbuh Heri. 

Direktur Centre For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi menimpali, tugas-tugas yang diberikan kepada kementerian dalam hal pangan seolah menunjukkan tidak adanya data mengenai pertanian. Menurutnya, jika hanya mengandalkan proyeksi sendiri tanpa menggunakan data pembanding, bisa seolah-olah terlihat bahwa stok pangan mencukupi. 

Alhasil, kebijakan akan dibuat berdasarkan asumsi semata. "Karena pertanian tidak punya data. Jangankan data beras, data sawah aja mana yang sudah habis. Sawah kita berapa hektare? Mana yang sudah jadi rumah, pasti nggak tahu,” ucap Uchok.

Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasludin menimpali, Kementan dan Kemendag serta Komisi Pengawas Persaingan Usaha harus bersinergi untuk menangani masalah naiknya harga telur dan daging ayam. Sebab, jika tidak ditangani rakyat yang mengalami kerugian. 

"Kita harus minta data dari Kementerian Pertanian apakah memang jumlah telur sama ayam itu cukup atau kurang. Kalau jumlahnya cukup dibandingkan dengan tingkat konsumsi yang ada di masyarakat, berarti ada permainan di tingkat distributor," katanya. 

Selain sektor pertanian, kinerja Kementerian BUMN juga menjadi sorotan. Salah satunya terkait kebijakan holdingisasi. Menurut ekonom industri dari Universitas Indonesia, Andi Fahmi mengkritisi, holdingisasi BUMN yang tengah digencarkan pemerintah bisa berdampak negatif terhadap para pelaku industri secara umum, khususnya swasta. 

Betul, dengan holdingisasi, BUMN akan menjadi besar dengan permodalan yang semakin kuat. Persoalannya, kontrol pemerintah terkait penetrasi holding BUMN dinilai buyar dan lemah, sehingga bisa terjadi monopoli yang dilakukan holding tersebut. 

“Yang kita takutkan pemerintah dengan holding BUMN ini kontrolnya berkurang karena holding BUMN seolah menjadi entitas bisnis murni,”kata Andi.

Dengan status tersebut, arah holding BUMN dianggap mengharuskan BUMN mencari untung besar-besaran. Di sisi lain, ia pun menyayangkan Kementerian BUMN yang belum mengatur aturan teknis mengenai holding BUMN. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×