kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah klaim kebijakan pengendalian impor mulai terasa efeknya


Selasa, 18 Desember 2018 / 18:26 WIB
Pemerintah klaim kebijakan pengendalian impor mulai terasa efeknya
ILUSTRASI. Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Meskipun defisit neraca perdagangan pada November 2018 semakin melebar yakni US$ 2,05 miliar, pemerintah mengklaim kebijakan menekan impor sudah mulai terasa efeknya. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan B20 dan pengendalian impor melalui kenaikan tarif PPh pasal 22.

"Pada bulan November impor bahan bakar minyak (BBM) sudah mulai turun dan penurunan harga CPO bisa dicegah. Begitu juga kenaikan tarif PPh pasal 22 telah berhasil menurunkan barang konsumsi," ungkap Deputi bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian koordinasi Perekonomian Iskandar Simorangkir saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (18/12).

Iskandar juga mengatakan pemerintah masih akan fokus pada Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XVI terutama tax holiday dan daftar negatif investasi (DNI).

Saat ini tax holiday sudah berlaku menyusul terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang fasilitas pengurangan pajak penghasilan. Sedangkan DNI masih menunggu disahkan oleh presiden.

Selain itu Pemerintah juga sedang berupaya melakukan penguatan industri dari hulu ke hilir. Kebijakan masif infrastruktur akan meningkatkan daya saing dan menciptakan industri dari hulu ke hilir yang kokoh.

Serta meningkatkan daya saing untuk meningkatkan ekspor dan mengurangi impor melalui substitusi barang impor. "Semua kebijakan tersebut butuh waktu untuk melihat hasilnya secara penuh karena ketidakpastian global yang meningkat," jelasnya

Kemarin (17/12), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis defisit neraca dagang pada November 2018 utamanya didorong pada defisit neraca migas sebesar US$ 1,5 miliar dengan rincian defisit minyak mentah US$ 0,48 miliar dan defisit hasil minyak US$ 1,58 miliar.

Iskandar menjelaskan kondisi tersebut karena adanya negative campaign terhadap crude palm oil (CPO) Indonesia di Eropa dan kenaikan tarif impor di India. Hal tersebut mengakibatkan ekspor CPO dan barang ekspor lainnya mengalami penurunan.

Sehubungan dengan hal tersebut kebijakan B20 dimaksudkan untuk mengurangi impor BBM solar dan memperluas pasar CPO di dalam negeri sehingga tidak tergantung pasar luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×