kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peruntungan e-Commerce fesyen bermerek


Jumat, 07 Agustus 2015 / 10:10 WIB
Peruntungan e-Commerce fesyen bermerek


Reporter: Izzatul Mazidah | Editor: Tri Adi

Gaya hidup mewah dengan memiliki produk fesyen ternama sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat modern. Fenomena ini memunculkan bisnis startup jual beli produk fesyen branded baru maupun bekas bernama Hunt Street. Klien juga bisa tukar tambah barang.   

Barang-barang fesyen mewah banyak penggemarnya. Bagi kalangan atas, produk bermerek sudah jadi bagian gaya hidup modern. Sehingga, memiliki barang-barang mahal dengan merek terkenal seperti tas, sepatu maupun aksesori menjadi sebuah kebutuhan.

Namun terkadang, harga jual yang selangit membuat mereka harus putar otak untuk bisa memiliki barang-barang mewah tersebut. Itu sebabnya muncullah bisnis jual beli barang fesyen branded second hand.

Si pemilik barang yang sudah bosan dengan merek atau warna tertentu, bisa menjualnya dengan harga tinggi. Sementara pembeli bisa mendapatkan barang bermerek (branded) dengan harga miring.

Selain itu, koleksi–koleksi klasik yang sudah tidak bisa ditemukan lagi di toko bisa ditemukan di sini. Fenomena yang sudah terbentuk dari gaya hidup para sosialita ini memunculkan ide bisnis bagi Justine Widjojo, Sabrina Joseph, Janice Winata dan Kristine Karnadi. Mereka bersama membentuk bisnis startup bernama Hunt Street sejak awal tahun 2015.

Hunt Street adalah situs jual beli produk-produk fesyen mewah baik itu produk baru, produk bekas maupun koleksi vintage. Lewat situs huntstreet.com, para users bisa menjual barang, tukar tambah, dan  titip jual ke Hunt Street. Proses pembayarannya beragam, mulai dari kartu kredit, transfer bank, hingga cicilan 10 kali dengan transaksi kartu kredit bank tertentu.

Sabrina Joseph, Direktur Marketing & Public Relation Hunt Street, mengklaim, Hunt Street bertujuan untuk menjadi platform belanja terefisien dan terefektif untuk luxury fashion items. Dia bercerita, keempat pendiri Hunt Street adalah teman satu SMA. Setelah mereka menamatkan kuliah di luar negeri dan kembali ke Indonesia, ide untuk membuat bisnis ini muncul.

Ide awalnya karena Sabrina dan teman-temannya memang suka belanja barang-barang branded sehingga lama kelamaan menumpuk lemari. Mereka terkadang sudah bosan dengan sebagian produk tersebut, tapi tidak tahu harus bagaimana.

Dari situ mereka berfikir membuat media yang bisa jadi tempat jual beli barang fesyen tersebut dengan sistemnya yang transparan dan jelas. Walau enggan menyebutkan modal yang di keluarkan untuk membuat platform e-commerce ini, Hunt Street memang menyasar konsumen kalangan menengah atas.

Pada bisnis ini, pendirinya berbagi tugas. Justine bertugas di urusan produk dan operasi usaha, Sabrina Joseph mengurus bidang pemasaran dan public relation, Janice bertugas mengurus klien,  dan Kristine mengurusi bagian keuangan dan administrasi.


Barang palsu didenda
Di sini berbagai barang ditransaksikan dengan merek-merek ternama seperti Hermes, Louis Vuitton, Gucci, Channel, Fendi, Givency, Zara, Valentino, Marc Jacobs, Balmain, dan Tiffani & Co, Christian Dior dan banyak lagi. Sabrina bilang, kini sudah ada sekitar 2.500 produk dari berbagai merek yang dijual pada situs ini. Dari jumlah tersebut, 85% barang milik klien dan sisannya adalah milik founder Hunt Street sendiri.

Ada empat jenis layanan yang disediakan di situs Hunt Street. Pertama, layanan beli dengan memberi potongan harga hingga 80% dari harga asli di toko kepada pelanggan. Kedua, layanan jual yaitu memberi kesempatan pelanggan membeli produk yang dijajakan yang berasal dari seluruh penjuru dunia.

Ketiga, ada layanan tukar tambah yaitu klien bisa menukarkan barang-barang mereka  dengan barang-barang yang dijual di Hunt Street. Keempat, ada layanan titip jual, yakni klien mendapat kesempatan untuk mendapat harga 90% dari harga jual akhir.

Sabrina menjelaskan, Hunt Street mengambil sistem bagi hasil. Jika harga jual barang di bawah US$ 1.000, pemilik barang akan mendapat 80% dari harga jual dan 20% sisanya akan masuk kantong Hunt Street.

Jika harga jual di kisaran US$ 1.000-US$ 5.000, pemilik barang mendapat 85% hasil transaksi, dan 15% bagi Hunt Street. Jika harga jual barang hingga US$ 25.000, pemilik barang akan mendapat 85% hingga lebih. Dan jika harga jual di atas US$ 2.500, pemilik barang akan mendapat uang sampai 95%.

Sebelum barang-barang tersebut diterima untuk dipampang di situs, ada proses pengecekan barang terlebih dahulu. "Tiap merek ada sertifikat dan juga kode-kode tertentu. Selain pengecekan kondisi barang, kardus pun di periksa karena itu mempengaruhi harga jual barang,” kata Sabrina.

Jika ada klien yang menjual barang palsu akan didenda US$ 1 juta per produk. Jika barang palsu tersebut sudah telanjur terjual, boleh dikembalikan dengan pengembalian uang 100%.

Namun karena masih termasuk pendatang baru, Sabrina masih enggan menyebutkan berapa nilai transaksi, atau data viewers yang sudah terdata dalam situs e-commerce ini.

Selain mengelola di Hunt Street, Sabrina acap membeli barang Hunt Street. Sebagai pembeli, dia mengaku terbantu kehadiran Hunt Street. Sebab, dia bisa mendapat kembali barang-barang edisi khusus yang tak ada lagi atau tak bisa ditemukan di toko lain dengan harga lebih miring, bahkan 80% lebih murah.

Lantaran masih dalam proses memperkenalkan situs ini kepada masyarakat luas, Hunt Street memberikan sejumlah langkah promosi. Salah satunya dengan memberi promosi aktivasi spesial dengan memberikan penawaran khusus bagi 10.000 followers pertama di instagram mereka @hunt_street. Nanti para followers tersebut bisa mendapatkan hadiah spesial pada transaksi pertama di situshunt-street.com.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×