kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Polemik sanksi kapal


Jumat, 12 Januari 2018 / 16:11 WIB
Polemik sanksi kapal


| Editor: Tri Adi

Perdebatan hangat soal kebijakan pemerintah menenggelamkan kapal pencuri ikan, kembali mengemuka dalam dua pekan terakhir. Tak kurang Presiden Joko Widodo, maupun Wakil Presiden Jusuf Kalla ikut berkomentar sehingga mengesankan tidak ada kekompakan dalam p emerintahan.

Memang, tindakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menenggelamkan kapal nelayan asing yang terbukti melanggar batas wilayah Indonesia tidak salah. Apalagi proses penenggelaman itupun atas perintah pengadilan.

Aturan di Undang-Undang No 45 Tahun 2009 tentang Perikanan juga jelas mengamanatkan sanksi tegas penenggelaman ini. Bahkan seperti tercantum di pasal ketentuan pasal pasal 69 UU ini, malah memberikan kewenangan kepada penyidik ataupun pengawas perikanan untuk melakukan tindakan khusus berupa pembakaran maupun penenggelaman kapal ikan berbendera asing, berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Artinya tidak harus menunggu keputusan dari pengadilan.

Polemik muncul manakala Menteri Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta aksi penenggelaman kapal ini dihentikan. Ia meminta ada solusi lain, agar kapal ikan asing yang tertangkap ini bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas perikanan dalam negeri.

Sebagai catatan, dalam tiga tahun terakhir memang tingkat produktivitas perikanan Indonesia mengalami penurunan. KKP mencatat kalau tahun 2014 nilai ekspor hasil perikanan mencapai US$ 4,64 miliar, pada 2015 susut menjadi US$ 3,94 miliar, berikutnya pada 2016 susut lagi menjadi US$ 2,09 miliar.

Lalu pada tahun 2017 diprediksi stagnan, karena volume produksi tak beda jauh dengan 2016 yakni kisaran 1 juta ton saja.

Di sisi lain meskipun Presiden Joko Widodo memuji penenggelaman kapal sebagai shock terapi, toh Presiden menugaskan KKP untuk mendorong meningkatkan ekspor. Artinya, selain lautan aman dari pencuri ikan, Indonesia musti bisa  maksimal memanfaatkan sumber daya ikan yang berlimpah.

Semestinya penyidik KKP juga menggunakan pasal lain di UU 45/2009, seperti Pasal 76A yang membolehkan benda atau alat yang digunakan dalam tindak pidana perikanan, dirampas untuk negara asal mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri. Apalagi di pasal 76C menegaskan hasil rampasan itu bisa dilelang, hasilnya untuk negara.

Bagaimana mekanismenya? Ini yang perlu dikaji pemerintah agar manfaatnya bisa maksimal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×