kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rekomendasi analis atas sektor CPO terkait kebijakan pemerintah atas ekspor CPO


Rabu, 05 Desember 2018 / 22:05 WIB
Rekomendasi analis atas sektor CPO terkait kebijakan pemerintah atas ekspor CPO
ILUSTRASI. Panen kelapa sawit


Reporter: Krisantus de Rosari Binsasi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan pemerintah yang menolkan seluruh tarif pungutan ekspor apabila harga internasional CPO berada di bawah US$ 570 per ton cukup positif untuk industri plantation secara global.

Hal ini mengingat bahwa Indonesia merupakan salah satu pemain terbesar di industri ini selain Malaysia.

Evan Lie, Head of Research Sinarmas Sekuritas menyatakan, dengan kebijakan ini, diharapkan dari sisi permintaan CPO global semakin membaik, setelah sepanjang tahun ini terlihat cukup lemah.

Evan mengungkapkan bahwa pelemahan permintaan CPO tahun ini yang disebabkan oleh beberapa hal yaitu pergeseran ke produk soybean, kenaikan tarif impor minyak kelapa sawit di India, dan pengurangan permintaan dari negara Eropa.

Meskipun begitu, ia bilang tentu perlu diperhatikan apakah nanti dengan implementasi kebijakan ini, dari sisi permintaan dapat meningkat sehingga mendorong harga CPO.

"Apabila harga CPO mengalami kenaikan tentu akan positif untuk industri secara keseluruhan, meskipun tentu dampak langsung akan lebih terasa oleh pemain CPO yang punya porsi ekspor yang besar," ungkapnya, Rabu (5/12).

Lebih lanjut, Evan mengungkapkan bahwa prospek industri CPO di 2019 akan dibayangi oleh target program biodiesel B20 yang meningkat di tahun depan sehingga diperkirakan turut menjadi sentimen positif untuk harga CPO. "Di level harga CPO sekarang, kita melihat ruang penurunan sudah cenderung terbatas," tambahnya.

Dari sisi saham, Evan merekomendasikan saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) dengan target harga masing-masing di jangka panjang di level Rp 14.750 per saham dan Rp 1.575 per saham.

Sementara itu, analis Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy memiliki pendapat lain. Ia mengatakan, kebijakan dari kementerian keuangan tersebut tidak akan berpengaruh bagi emiten-emiten CPO. "Alasannya karena kondisi pasar CPO saat ini sedang oversupply," paparnya.

Lebih lanjut, Robertus bilang pembeli CPO juga tidak bertambah, bahkan cenderung berkurang. "Sebab ada pembatasan impor dari India dan Uni Eropa, sementara produksi terus bertambah," lanjutnya.

Ia menganjurkan agar alangkah baiknya pemerintah memberikan insentif untuk mempermudah investor membangun industri hilir CPO seperti oleochemical dan biodiesel.

Sementara dari sisi saham, ia menyarankan untuk wait and see. "Prospek masih negatif dan harga jual CPO masih belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×