kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sektor tambang dan ritel diproyeksi masih bisa tumbuh


Selasa, 01 Mei 2018 / 15:30 WIB
Sektor tambang dan ritel diproyeksi masih bisa tumbuh
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada penutupan perdagangan akhir April, Senin (30/4), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,27% ke level 5.994. Meski demikian, sepanjang April lalu, indeks masih turun sebesar 3,14%.

Namun, tidak semua sektor terkoreksi. Indeks sektor industri dasar misalnya, naik 3,06% sejak awal April hingga akhir pekan lalu. Indeks sektor industri lain-lain juga mencatatkan kenaikan 0,12%.

Nah, sektor mana saja yang kira-kira masih mampu mencatatkan pertumbuhan ke depan. Frederik Rasali, Vice President Research Artha Sekuritas Indonesia mengatakan, sektor yang berpotensi mencatatkan pertumbuhan adalah pertambangan.

Faktor pendorongnya, harga batubara dan nikel yang tergolong tinggi dan stabil sepanjang tahun ini. Memang, harganya belum tentu akan naik terus, cuma saat ini batubara stabil di kisaran US$ 80-US$ 90 per ton, tapi kisaran ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2017. Tahun lalu, harga batubara baru naik pada kuartal akhir, sebelumnya masih babak belur di kisaran US$ 50-US$ 60.

Sekarang sektor pertambangan sudah kembali menemukan momentum, sehingga bisa meningkatkan bisnis penopangnya, seperti sektor alat berat. Secara indeks, Frederik menyebutkan memang indeks sektor pertambangan mengalami penurunan, namun indeks-indeks sektoral lainnya juga bernasib serupa.

Lanjut Frederik, peningkatan sektor pertambangan baru akan benar-benar terasa menjelang akhir tahun. Siklus pertambangan memang baru akan meningkat menjelang akhir tahun, sebab permintaan batubara akan melonjak biasanya menjelang musim dingin.

Namun, sektor ini bukan tanpa sentimen negatif. Menurut Frederik, yang harus diwaspadai adalah masalah permintaan, apakah permintaan global akan banyak ke perusahaan-perusahaan Indonesia atau tidak. Kalau misalnya permintaan yang masuk tidak ke perusahaan Indonesia, maka percuma saja harga naik.

Frederik menilai untuk produsen nikel, ANTM masih menarik. Lalu, ADRO sebagai produsen batubara yang berorientasi ekspor juga masih menarik. Apalagi ADRO juga telah mengakuisisi tambang Rio Tinto di Australia. Untuk ANTM, Artha Sekuritas memasang rekomendasi buy dengan target harga Rp 900.

Sektor lain, seperti perbankan juga diproyeksi masih bisa bertumbuh. Ada sentimen suku bunga yang hampir pasti naik. Namun, kenaikan suku bunga ini tidak serta merta akan mengerek lending rate. Misalnya, bank memberikan pinjaman pada Maret lalu, lalu pada Mei, suku bunga naik, tentunya pinjaman Maret tidak mengikuti rate bulan Mei.

"Secara margin, perbankan akan tertekan, namun secara kuantitas bisa meningkat, jadi fokusnya ada likuiditas atau tidak dan tingkat risikonya tinggi atau tidak," papar Frederik.

Tahun ini, Frederik melihat tingkat risiko perbankan, yang direpresentasikan oleh non performing loan (NPL) akan lebih baik dibandingkan tahun 2017. Dengan NPL turun, maka likuiditas akan lebih longgar, namun harus dicek lagi apakah LDR tersedia atau tidak. Kalau LDR sudah di atas 90% maka susah untuk menyalurkan kredit.

Meksi demikian, ia optimistis perbankan bakal lebih baik tahun ini, sebab saat ini bank tak hanya fokus pada margin, melainkan mulai merambah fee based income. Selain itu, perbankan juga sudah banyak membuka kanal dengan perusahaan pembiayaan atau multifinance. Cuma, penguatan emiten perbankan bakal terbatas.

Sementara, prospek sektor infrastruktur, akan tergantung dari cash flow. Problemnya soal pembayaran ke perusahaan konstruksi serta rekapitulasinya. Misalnya, JSMR yang setiap dapat proyek, tidak lama kemudian pasti akan melakukan divestasi. Langkah ini bukan berarti JSMR melepas tanggung jawab terhadap proyek, melainkan demi mendapatkan dana segar untuk bisa membangun infrastruktur berikutnya.

Masalahnya, menjual proyek infrastruktur tidak mudah, return yang ditawarkan harus sesuai dengan appetite investor. Sektor ini bakal menghadapi kondisi tingkat suku bunga yang mungkin naik. Juga kemungkinan adanya sentimen terkait intervensi dari pemerintah, yang bisa mempengaruhi cash flow meski belum final.

"Menurut saya tidak masalah, selama cash flow ada, seperti Waskita yang DER-nya masih bagus, di bawah 1, yang memungkinkan perusahaan untuk mengejar proyek-proyek baru," papar Frederik.

Sedangkan, Analis Semesta Indovest Sekuritas, Aditya Perdana Putra menilai, sektor yang masih akan mampu naik adalah ritel, dengan emiten-emiten seperti ERAA, MAPI dan ACES.

Menurutnya, faktor yang membuat sektor ritel bagus adalah keberhasilan beberapa perusahaan ritel melakukan efisiensi. Selain itu, angka penjualan perusahaan ritel seperti ERAA juga tergolong bagus. Perusahaan ritelĀ  termasuk pandai membaca peluang dan melihat kondisi.

Namun, sektor ritel juga masih dibayangi permasalahan utang yang bisa memberikan tekanan, kemudian ada biaya-biaya lainnya seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang bisa memicu kenaikan beban operasional.

Hanya, saham-saham ritel dipandang Aditya, valuasinya sudah cukup mahal. Meski demikian, katanya, investor bisa masuk karena ada potensi harga masih akan terus naik. Aditya merekomendasi buy saham ERAA dan MAPI, dengan target harga masing-masing Rp 1.900 dan Rp 8.900.

Di samping sektor ritel, Aditya sepakat, sektor pertambangan berpotensi mencatatkan pertumbuhan, yang ditopang kenaikan sejumlah harga komoditas. Saham-saham seperti PTBA dan ANTM dipandang masih bagus. "Volume penjualan naik dibarengi dengan kenaikan harga jual, akan mengerek angka penjualan," papar Aditya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×