kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentimen AS bisa pacu ekspor batubara global


Senin, 17 Juli 2017 / 16:51 WIB
Sentimen AS bisa pacu ekspor batubara global


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Kebijakan pemerintah Donald Trump yang bertekad meningkatkan kinerja pembangkit tenaga listrik membawa angin segar bagi industri batubara dunia. Pasalnya dengan keluarnya AS dari Paris Treaty menunjukkan keseriusan negeri Paman Sam terhadap peluang ekspor batubara global.

"Memang target dari pemerintah Donald Trump menaikkan batubaru tiga kali lipat, dengan tujuan sebagai pendingin untuk reaktor nuklir. Kita harus tahu, AS itu memiliki reaktor nuklir terbanyak dan terbesar dibanding negara lain," jelas Direktur Garuda Berjangka Ibrahim kepada KONTAN, Senin (17/7).

Berdasarkan data dari organisasi World Nuclear, AS memiliki 100 reaktor nuklir yang mampu memproduksi hingga 805 milliar kWh di tahun 2016 dan berkontribusi untuk 20% kebutuhan listrik nasional. AS sendiri menjadi produsen tenaga nuklir terbesar dunia yang mampu menggenerasi 30% listrik dari seluruh reaktor nuklir dunia. Saat ini, AS memiliki empat reaktor nuklir dalam proses pembangunan.

Tak hanya dari sisi reaktor nuklir, AS juga membutuhkan batubara untuk pembangkit listriknya. Menurut catatan Kontan, pada tahun 2017, pertumbuhan pembangkit listrik tenaga batubara dan ekspor AS diperkirakan akan menyebabkan kenaikan 57 juta ton pendek, atau 8%, dari total produksi batubara AS. Selain itu, batubara diproyeksikan bakal menjadi bagian terbesar dari campuran pembangkit listrik sampai tahun 2035.

Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) AS memproyeksikan, batubara akan memasok 31,3% listrik di AS pada tahun 2017, dibandingkan dengan 31,1% untuk gas alam. Pada 2016, gas alam mengungguli batubara sebagai bahan bakar utama negara untuk pertama kalinya, dengan total 33,8% pembangkitan dibandingkan dengan 30,4% untuk batubara.

Ketika ditanya lebih lanjut mengenai keluarnya AS dari Paris Treaty, Ibrahim menganggap langkah tersebut akan menggoyahkan negara-negara lain untuk terjun lagi di industri batubara demi memacu produksi."Walaupun hanya AS yang keluar, tapi ini menjadi barometer bagi negara-negara lain," jelas Ibrahim.

Apalagi dengan laporan Produk Domestik Bruto (PDB) China yang bagus semakin menunjang industri batubara Negeri Panda untuk menyuplai kebutuhan listrik pemerintah Donald Trump. "China akan meningkatkan kuota produksinya, karena kebutuhan batubara untuk global cukup besar," lanjut Ibrahim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×