kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Shifting: Jurus menyelamatkan bisnis


Jumat, 23 November 2018 / 16:10 WIB
Shifting: Jurus menyelamatkan bisnis


Reporter: Tri Adi | Editor: Tri Adi

Pakar manajemen dari Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, baru-baru ini meluncurkan buku berjudul The Great Shifting, Series on Disruption. Sebagai salah satu penggemar karya Rhenald, penulis segera membeli buku tersebut dan isinya memang menarik.

Dalam salah satu bab di buku itu, digambarkan proses shifting yang dilakukan seorang pengusaha muda dari Bandung, Perry Tristianto. Berawal dari era tahun 90-an, Perry melihat tren jins di masyarakat Bandung, maka ia pun membuka 23 gerai celana jins di jalan Cihampelas. Tapi Perry sudah meramalkan, setiap 10 tahun sekali tren yang berhubungan dengan gaya hidup pasti mengalami perubahan, maka ia pun melakukan shifting, berpindah ke bisnis factory outlet, yang menjual barang-barang eks ekspor.

Ternyata konsep factory outlet ini sukses, dan ini mendorong banyak pengusaha lain membuka bisnis serupa, utamanya di jalan Riau dan jalan Setiabudi Bandung. Apakah Perry sudah cukup puas? Tidak. Ia melihat konsep factory outlet ini pun akan mengalami penurunan, karena saat ini orang dengan mudah mencari pakaian secara online yang menawarkan harga yang murah bahkan ada yang gratis ongkir alias ongkos kirim.

Perry pun mencoba beberapa bisnis baru, seperti membuka kebun stroberi bernama All About Strawberry di Cimahi dan taman kupu-kupu. Tapi kedua bisnis ini kurang berkembang, sehingga Perry menutup bisnisnya. Apakah ia berhenti sampai di situ? Ternyata tidak. Dengan kejelian bisnisnya, Perry membuka farmhouse Susu Lembang, dan di sebelahnya yaitu Tahu Susu Lembang. Tahun 2012, Ferry membuka floating marketing Lembang.

Aneka bisnis baru ini menunjukkan kejelian Perry melakukan shifting. Di farmhouse, orang bisa berswa foto dengan menyewa pakaian ala Belanda tempo dulu, juga bisa mengunjungi Rumah Hobbit yang bentuknya persis seperti di film Lord Of The Ring yang termasyur itu.

Ada yang menarik dari studi kasus Perry ini. Pertama, ia sudah meramalkan product life cycle bisnis bertema gaya hidup hanya sekitar sepuluh tahun, setelah itu pebisnis harus melakukan shifting. Tapi shifting ini tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Dalam kasus Perry ia harus mengalami kegagalan dulu sewaktu melakukan shifting, baru berhasil setelah berpindah lagi ke bisnis eco-tourism di Lembang.

Juga ada lagi hal yang menarik, yaitu target market. Semula Perry membidik konsumen berpenghasilan menengah ke atas, maka ia membuat produknya dengan atribut yang serupa, misalnya tiket masuk yang tidak murah, penyewaan pakaian ala Eropa, bangunan Hobbit yang bernuansa Eropa dan seterusnya. Ternyata yang datang adalah segmen konsumen berpenghasilan menengah ke bawah, yang membawa sepeda motor atau mobil LCGC (low cost green car). Dalam kasus ini berlaku teori ekonomi, bahwa orang akan membeli barang komplementer yang lebih bagus, jika penghasilannya bertambah.

Tidak salah untuk mencoba

Kunci dari shifting ada dua. Yakni natural shifting, inovasi dari dalam, dan tidak mematikan pemain lama. Sebaliknya dalam great shifting, inovasi berasal dari luar, dan bisa mematikan pemain lama dengan munculnya platform, model bisnis atau metode baru.

Salah satu perusahaan yang sukses menerapkan shifting adalah Kompas Gramedia (KG). Pada awalnya, perusahaan ini menerbitkan majalah Intisari (17 Agustus 1963). Dua tahun kemudian dipimpin oleh PK Ojong dan Jakob Oetama, meluncurkan harian nasional Kompas (edisi perdana terbit 28 Juni 1965). Sirkulasi Kompas tahun 2005 sempat mencapai 600.000 eksemplar per hari, tidak hanya terbesar di Indonesia, tapi juga di Asia Tenggara.

KG juga menerbitkan 18 koran regional, di antaranya Bangka Pos, Banjarmasin Pos, Sriwijaya Post, Tribun Medan, Tribun Batam, Tribun Manado, Tribun Pontianak, Tribun Jogja, dan Surya.

Pada masa jayanya, KG sempat menerbitkan 43 tabloid dan majalah (30 diproduksi sendiri dan 13 berlisensi). Majalah dan tabloid yang diproduksi sendiri di antaranya Hai, Kawanku, Motor Plus, Otomotif, Chic, Bobo, Nakita, Bola, Soccer, Citra, dan Angkasa. Adapun majalah yang berlisensi di antaranya Auto Bild, In Style, Disney Junior, dan National Geographic.

Ternyata di lapangan terjadi penurunan minat baca yang tercermin dari sirkulasi edisi cetak yang menurun. Pada bulan Desember 2016, tercatat 8 majalah cetak yang terpaksa ditutup, yaitu Kawanku, Sinyal, Chip, Chip Foto Video, What Hi-Fi, Auto Expert, Car, dan Turning Guide. Majalah-majalah ini selanjutnya berubah menjadi penerbitan online.

Jauh sebelum hal ini terjadi, KG telah melakukan shifting, dengan memasuki bisnis baru yaitu bisnis televisi (TV7), bisnis hotel (jaringan Hotel Santika), bisnis real estate (PT Permata Media Land), produksi kertas tissue (PT Graha Kerindo Utama) dan travel biro (PT Ina Media Wisatamas).

Di bidang televisi, KG mendirikan TV7 tahun 2001, dengan menyajikan program hiburan keluarga (termasuk berita, program anak-anak, olah raga dan film), TV7 mampu meraih 125 juta pemirsa di seluruh Indonesia. Tahun 2006, Trans Corporation, pemilik Trans TV membeli TV7 dan mengubah namanya menjadi Trans7.

Tanggal 9 September 2011, KG meluncurkan Kompas TV setelah sebelumnya tahun 2009 meluncurkan TV lokal yaitu Karawang Citra Televisi. KG juga sempat memiliki K-Vision, provider TV kabel yang mempunyai lisensi menyiarkan Piala Dunia FIFA tahun 2014 dan 2018.

Di bidang perhotelan, KG masuk ke bisnis ini dengan nama Grahawita Santika. Hotel Santika pertama didirikan di Bandung. Setelah sukses, Santika didirikan di kota-kota besar di Indonesia. Selanjutnya hotel Santika bintang empat dikelompokkan dalam Santika Premiere, dan sisanya tetap dengan nama Hotel Santika. Bisnis lainnya adalah Hotel Amaris, yang segmen pasarnya terbentang dari pelanggan hotel bintang dua sampai penghuni vila mewah.

KG juga masuk ke bisnis pendidikan, yaitu lembaga kursus computer LPKT dan kursus bahasa Inggris ELTI.

Dengan melakukan shifting di bidang informasi, komunikasi dan pendidikan, KG sukses bertahan di tengah menurunnya minat baca di industri inti yaitu bisnis koran dan majalah.

Bagi para pengusaha yang ingin terus bertahan di era disrupsi, perlu melakukan inovasi secara terus-menerus supaya bisnisnya bisa tetap bertahan. Dengan inovasi, pengusaha dapat melakukan shifting, baik shifting ke atas (misalnya melayani konsumen baru yang berpenghasilan menengah ke atas) atau shifting ke bawah (dengan produk yang lebih murah, untuk menyasar konsumen berpenghasilan menengah ke bawah).

Bagi pengusaha yang saat ini menghadapi kenyataan bisnisnya sedang lesu atau mengalami penurunan, tidak ada salahnya menerapkan jurus shifting tersebut, agar tetap dapat bertahan.•

John Simon
Alumnus Universitas Diponegoro

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×