kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sukses bisnis suvenir pernikahan gara-gara film


Sabtu, 26 Januari 2019 / 14:00 WIB
Sukses bisnis suvenir pernikahan gara-gara film


Reporter: Merlinda Riska | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - Film The Wedding Planner yang rilis 2001 silam membekas betul dalam benak Rachma Adinda. Gara-gara nonton film yang dibintangi Jennifer Lopez itu, dia pun bercita-cita menjadi seorang perencana pernikahan.

Untuk mewujudkannya, perempuan kelahiran 28 September 1991 ini mengambil jurusan bisnis mode di sebuah universitas di Italia. Memang, Adinda akhirnya tidak jadi seorang weeding planner. Tapi, ia punya bisnis yang masih berhubungan dengan pernikahan.

Dengan mengusung bendera Tuberosa, Adinda menawarkan suvenir pernikahan dan acara lainnya berupa tas kecil dan dompet. “Alhamdulillah, omzet sudah mencapai Rp 1 miliar per bulan,” ungkap dia.

Nama Tuberose ia ambil dari bahasa Italia bunga favoritnya, yakni sedap malam. “Bunga ini, kan, memiliki wangi khas. Jadi, saya ingin usaha ini mencerminkan saya pribadi yang suka sedap malam,” jelasnya.

Cuma, sebelum merintis usaha ini, begitu lulus kuliah, Adinda lebih dulu membantu bisnis keluarga yang memproduksi tas dan koper. Soalnya, sang kakak memilih profesi pilot sementara adiknya masih kuliah.

Sejak 2012, ia mengelola usaha keluarga itu bersama sang ibu. Tapi, lama-lama dia merasa, bisnis tas dan koper bukan bidangnya.

“Saya, kan, dulu kuliahnya ambil bisnis mode. Jadi, tahun 2014 saya bilang ke ibu bahwa saya mau keluar dulu dari family business ini dan cari kerja di tempat lain yang sesuai dengan passion saya,” ujar Adinda yang akhirnya mendapat restu dari sang ibu.

Adinda diterima bekerja di PT Time International, pemilik jaringan ritel merek-merek mode ternama dunia di Indonesia. Ia memegang merek Cartier. Namun, dia hanya setahun bekerja dan kembali ke bisnis keluarga.

Sekembalinya ke bisnis keluarga yang mengusung nama Huda Rachma Grupindo, Adinda mencoba melebarkan sayap usaha. Ia pun melirik bisnis pernikahan.

“Saya lihat, wedding industry di Indonesia sangat besar, orang-orang berlomba-lomba membuat pernikahan terlihat bagus dan mewah. Ini merupakan kesempatan yang sangat baik,” katanya.

Tentu, Adinda tetap ingin memanfaatkan pabrik tas dan koper milik sang ibu untuk masuk ke industri pernikahan. “Bagaimana caranya, produk dari pabrik kami bisa dinikmati masyarakat banyak melalui industri ini,” imbuh dia.

Pilihan pun jatuh pada usaha suvenir pernikahan, dengan menawarkan tas kecil dan dompet. Adinda memulai bisnis ini pada 2016, jelas setelah mengantongi restu dari ibu.

Lantaran usaha sang ibu adalah memproduksi tas dan koper besar, tidak pernah membuat produk berukuran kecil, ia pun merekrut orang baru yang biasa membikin dompet dan tas kecil. “Setelah itu, secara perlahan, karyawan pabrik diajari bikin dompet dan pouch suvenir pernikahan,” imbuh dia.

Konsumen raja

Adinda pun harus belajar lagi cara menjaring pembeli. Sebab, bisnis suvenir pernikahan menyasar konsumen ritel. Sementara pelanggan usaha ibunya bukan perorangan. “Saya juga belajar bagaimana memperlakukan pelanggan ritel dengan baik,” tambah Adinda.

Lantaran ketika itu masih seorang diri melakoni usaha suvenir pernikahan, dia pun kewalahan meladeni konsumen yang banyak bertanya langsung melalui sambungan telepon. Sebab, ia masih harus mengurusi bisnis tas dan koper.

Akibatnya, di awal-awal membangun usaha itu, Adinda sering mendapat komplain dari pelanggan gara-gara respons yang lambat. “Dari situ, saya belajar menangani konsumen dengan baik supaya puas dengan pelayanan. Kuncinya satu, menerapkan kata-kata konsumen adalah raja,” tegasnya.

Konsumen pertama Adinda adalah saudaranya sendiri. Soalnya, awal pemasaran, memang berangkat dari acara keluarga seperti arisan.

“Saat itu banyak sih yang mencibir, kok, kuliah jauh-jauh ke Italia cuma dagang suvenir. Tapi, cuek saja karena saya memang suka. Dan rasa-rasanya, di dalam diri saya sudah tidak ada rasa gengsi atau malu lagi, yang penting halal,” katanya.

Dari keluarga, Adinda mulai meluaskan pemasaran produknya. Caranya, ia ikut pameran pernikahan bertajuk Bridestory Market 2016 di ICE BSD.

Selama sebulan dia memikirkan konsep stan. Dan, sepanjang pameran berlangsung, ia menjaga booth seharian bersama salah satu karyawan ibunya.

Adinda enggak menyangka, ternyata pengunjung antusias dengan produk suvenirnya. Pesanan pun mulai mengalir. “Kemudian juga saya bikin akun Instgram Tuberosa karena sekarang era orang suka lihat grafis, foto. Kalau bagus, pasti orang tertarik dan menghubungi ingin membeli,” ujar dia.

Awalnya, Adinda menyewa jasa fotografer untuk memotret produk-produk suvenir. Cuma untuk konsep dan tata letak produk, ia yang mengatur. “Karena saya ini tipe yang harus mengontrol, enggak bisa lepas begitu saja,” jelasnya.

Strategi pemasaran lewat Instagram rupanya berhasil menyedot pembeli yang kemudian merekomendasikan ke keluarga, teman, dan kolega mereka. “Memang, marketing mulut ke mulut inilah yang paling efektif. Maka itu, perlakukan konsumen secara baik dan menomorsatukan pelanggan adalah hal yang penting untuk keberlangsungan usaha,” tegas dia.

Bikin lini baru

Cuma yang namanya usahanya, enggak melulu berjalan mulus. Tak sedikit pesanan yang masuk batal di tengah jalan padahal sudah produksi.

Penyebabnya macam-macam, misalnya, batal menikah. Hitung punya hitung, total kerugian capai ratusan juta rupiah.

Untuk menekan kerugian, Adinda tetap menawarkan produk tersebut dengan melakukan modifikasi model. Biaya produksi tambah tapi harga jual tetap. “Ya, begitulah namanya bisnis, pasti up and down, yang penting kita konsisten dan fokus saja,” kata Adinda.

Ke depan, Adinda berencana menggunakan jasa endorser untuk mempromosikan produknya. Cuma, ia belum kepikiran siapa yang jadi figurnya. Selama ini, dia baru memanfaatkan ditur iklan di Instagram.

Kemudian, Adinda juga ada rencana membuat line up bisnis baru yang tentu masih berhubungan dengan industri pernikahan. “Tapi, saya masih belum bisa bilang, karena mau joint dengan teman kuliah di Italia,” kilah Adinda.

Yang terang, untuk bisnis baru itu, ia akan mengikuti pelatihan singkat di Italia mengenai teknik menjahit produk kulit dengan menggunakan tangan bukan mesin. “Mudah-mudahan bisa terealisasi di tahun depan dan satu visi misi dengan teman saya itu,” tambah Adinda dengan semangat.

Nah, semoga segera terwujud.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×