kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tagihan afiliasi mendominasi, Internux menanti homologasi


Selasa, 30 Oktober 2018 / 18:11 WIB
Tagihan afiliasi mendominasi, Internux menanti homologasi
ILUSTRASI. Palu Hakim


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Internux, produsen modem Bolt berpotensi besar berakhir damai alias homologasi. Sebab, dalam pemungutan suara mayoritas kreditur menyetujui rencana perdamaian dari Internux.

Dari total 283 kreditur dalam PKPU Internux, 2 kreditur separatis (dengan jaminan), dan 274 kreditur konkuren (tanpa jaminan) memberikan suara. Hasilnya, 100% separatis menyetujui perdamaian. Sementara konkuren, 79,65% menyetujui, dan 20,35% suara menolak.

"Hasil voting bukan kewenangan hakim pengawas ataupun pengurus, melainkan hakim pemutus. Besok sidangnya akan digelar, dan kreditur dapat menyaksikan sendiri apakah majelis akan mengesahkan perdamaian (homologasi) atau menyatakan debitur pailit," kata Hakim Pengawas Marulak Purba usai membacakan hasil pemungutan suara di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Selasa (30/10).

Sementara secara total nilai tagihan dari 283 kreditur PKPU Internux mencapai 4,695 triliun. 2 separatis (dengan jaminan) punya tagihan Rp 226 miliar, dan 281 konkuren (tanpa jaminan) punya piutang Rp 4,469 triliun.

Sejatinya daftar utang tetap yang telah disusun pengurus PKPU mencapai Rp 5,65 triliun. Nilai tagihan kemudian berkurang sebab salah satu kreditur, Raiffeisen Bank International AG hengkang dalam proses PKPU. Raiffeisen sendiri punya tagihan separatis Rp 48 miliar, dan konkuren senilai Rp 916 miliar.

Hasil pemungutan suara dengan mayoritas kreditur yang mau berdamai sejatinya dapat diprediksi. Sebab, mayoritas tagihan berasal dari afiliasi Internux. Dari penelusuran Kontan pada Laporan Keuangan PT First Media Tbk (KBLV) triwulan II 2018 yang merupakan induk Internux, setidaknya ada enam kreditur terafiliasi.

Mereka adalah First Media dengan total tagihan senilai Rp 995 miliar, dengan perincian Rp 70 miliar merupakan tahihan separatis dan Rp 925 miliar merupakan tagihan konkuren.

Kemudian ada PT Mitra Mandiri Mantap dengan total tagihan senilai Rp 386 miliar, dengan tagihan separatis senilai Rp 156 miliar, dan konkuren senilai Rp 230 miliar. Selanjutnya ada PT Prima Wira Utama yang punya tagihan paling beaar dalam PKPU ini, senilai Rp 1,445 triliun.

Selanjutnya ada PT First Media Production yang menagih Rp 5,5 juta, PT First Media News menagih Rp 41 miliar, dan PT MSH Niaga Telecom Indonesia yang miliki tagihan senilai Rp 298 juta. Ditotal, akumulasi tagihan afiliasi dalam PKPU Internux mencapai Rp 2,867 triliun. Nilai tersebut sendiri telah mencapai 61% lebih total tagihan senilai Rp 4,695 triliun.

Sementara relasinya seperti ini, 75,96% kepemilikan Internux digenggam Mitra Mandiri, dimana Mitra Mandiri dimiliki 99,9% oleh First Media. First Media juga memegang 100% kepemilikan PT Bintang Merah Perkasa Abadi yang punya 99,9% kepemilikan Prima Wira, dan 75% MSH Telecom. Sisanya First Media News, dan First Media Production dimiliki langsung dan penuh oleh First Media.

"Memang tidak ada ketentuan soal itu (menghapus hak suara kreditur afiliasi), tapi saya tak mau komentar soal itu," kata kuasa hukum Internux Sarmauli Simangunsong dari Kantor Hukum Nindyo & Partnership kepada KONTAN.

Asal tahu, dalam rapat pembahasan rencana perdamaian, Senin (29/10) kuasa hukum Huawei Tech Investment Robbie Aryawan Haris dari Kantor Hukum AYMP Atelier of Law dalam mengusulkan agar tagihan afiliasi tak diberikan hak suara. Huawei sendiri punya tagihan senilai Rp 277 miliar.

Sayangnya, usul tersebut tak digubris pengurus PKPU dan Hakim pengawas. "Memang tidak ada aturan harus menghapus tagihan afiliasi di UU 37/2004. Selama tagihan bisa dibuktikan, kreditur dapat hak suara," kata pengurus PKPU Internux Tommy Sugih kepada KONTAN.

Sementara itu, kuasa hukum First Media Bobby Rahman Manalu dari Kantor Hukum Siregar Setiawan Manalu Partnership enggan beri komentar kepada KONTAN perihal tagihan afiliasi ini.

Dominasi afiliasi dalam tagihan PKPU Internux turut bikin kreditur lain keki. Seorang kuasa hukum yang mewakili dua kreditur dengan nilai tagihan Rp 9 miliar menyatakan, pada akhirnya ia memberikan persetujuan dalam pemungutan suara meski ia tak sepakat dengan rencana perdamaian.

"Proposalnya sebenarnya memang tak jelas, masih mengambang sekali. Tapi, mau bagaimana? tagihan kami tidak sampai 1% dari total taguhan, akhirnya dalam voting ya disetujui saja," ungkap si kuasa hukum yang enggan disebut namanya.

Dalam rapat pembahasan rencana perdamaian, memang banyak kreditur yang menyatakan tak sepakat atas rencana yang disusun. Namun Internux bergeming, mereka enggan mengubah rencana perdamaian.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) misalnya menilai rencana perdamaian tak memberikan kepastian hukum. Sebab, ada satu klausul yang nenyatakan bahwa pembayaran cicilan dalam restrukturisasi utang Internux bisa terus ditangguhkan hingga jatuh tempo akhir. Padahal, ada beberapa skema pembayaran cicilan Internux yang mencapai 30 tahun.

Adapula PT Indosat Tbk (ISAT) yang punya tagihan Rp 69 miliar. Indosat menilai rencana perdamaian juga tak memberikan kepastian soal pembayaran utang, pasalnya Internux tak melampirkan rencana bisnis. Sehingga kreditur tak tahu dari mana Internux dapat pembiayaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×