kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tawaran kemitraan kian deras, calon mitra harus cermat


Minggu, 23 Desember 2018 / 06:45 WIB
Tawaran kemitraan kian deras, calon mitra harus cermat


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Johana K.

KONTAN.CO.ID - Pada 2018 ini, industri waralaba diperkirakan mampu mencetak transaksi sampai Rp 7,5 triliun. Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Andrew Nugroho mengatakan, transaksi bisnis waralaba rata-rata bertumbuh 10%-15% per tahun. Dalam dua tahun terakhir, industri ini meningkat 15%.

"Selama dua tahun terakhir industri waralaba terdorong oleh gaya hidup masyarakat, khususnya kelas menengah dan pertumbuhan ekonomi yang bergerak positif," jelasnya.

Selama ini, waralaba dikenal sebagai sebuah konsep paling cepat untuk memperluas jaringan atau menambah gerai. Skema waralaba mampu membuat pihak pusat (franchisee) cepat menambah gerai, tanpa menunggu modal terkumpul. Sedangkan bagi mitra (franchisor), mampu memiliki usaha tanpa harus repot menyiapkan peralatan usaha dan branding.

Konsultan strategi bisnis, franchising, pengembangan UKM, dan strategi marketing sekaligus founder Ben WarG Consulting, Bije Widjajanto menilai skema bisnis yang ditawarkan waralaba itulah yang menjadi daya tarik. "Menurut saya skema waralaba masih menarik sampai saat ini, mungkin sampai jangka waktu lama juga. Calon investor bisa terjun ke bisnis sektor riil tanpa harus repot. Semua peralatan, manajemen sampai karyawan disediakan pusat," jelasnya.

Karena menjanjikan bagi kedua belah pihak, tawaran waralaba maupun kemitraan makin bertambah tiap tahun. Banyaknya tawaran ini tentu membuat calon investor kebingungan memilih brand mana yang memiliki konsep waralaba terpercaya.

Bije pun memberi panduan memilih waralaba. Pertama, pilih brand atau bisnis yang pengelolanya bertanggungjawab. "Pastikan pihak pusat itu membantu di segala aspek, mulai dari rekrut karyawan, manajemen, operasional sampai soal omzet," ujarnya.

Kedua, pastikan jika produk yang dijual bukan hanya mengikuti tren atau musiman dan booming sesaat. Selain itu, produk yang ditawarkan juga sudah umum di masyarakat, jadi tidak perlu repot mengedukasi pasar.

Ketiga, umur sebuah bisnis juga perlu dipertimbangkan. Bije mengatakan, idealnya sebuah bisnis membuka waralaba atau kemitraan setelah berjalan lima tahun. Jika kurang dari itu, calon investor perlu berhati-hati. Kecuali jika pihak pusat sudah memiliki brand yang diwaralabakan sebelumnya.

"Kalau bisnis kurang dari 5 tahun, jaminannya apa untuk calon mitra? Apalagi bisnisnya sendiri belum mencapai balik modal, tapi sudah menawarkan tawaran omzet sekian, lama balik modal sekian. Bisa tau darimana kalau bisnisnya pasti menguntungkan," terang Bije. Ia lanjut mengingatkan calon mitra harus cermat dalam menanamkan modalnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×