kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga instrumen investasi ini cetak kinerja cerah di 2018, ini kata perencana keuangan


Jumat, 28 Desember 2018 / 20:26 WIB
Tiga instrumen investasi ini cetak kinerja cerah di 2018, ini kata perencana keuangan
ILUSTRASI. Emas Antam


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau banyak sentimen negatif dari dalam maupun luar negeri yang mempengaruhi kondisi pasar keuangan Indonesia tahun ini, sejumlah instrumen ternyata masih bisa memberi imbal hasil positif bagi para investor.

Salah satunya adalah instrumen valas dollar Singapura. Hingga Jumat (28/12), nilai mata uang ini telah menguat 4,95% (ytd) terhadap rupiah.

Selain itu, komoditas emas Antam juga cukup menguntungkan sepanjang 2018. Mengutip situs logam mulia, harga pembelian emas Antam telah meningkat 4,56% (ytd) ke level Rp 665.000 per gram per hari ini.

Tak ingin ketinggalan, produk reksadana pasar uang juga terbilang moncer selama tahun ini. Kinerja rata-rata reksadana pasar uang di Infovesta Money Market Fund tumbuh 4,18% (ytd) hingga 26 Desember lalu.

Perencana keuangan Finansia Consulting Eko Endarto berpendapat, melonjaknya return instrumen valas, emas Antam, dan reksadana pasar uang mencerminkan bahwa investor cenderung memaksimalkan produk-produk investasi yang lebih bersifat sebagai aset safe haven.

Dollar Singapura misalnya. Mata uang ini dianggap sebagai salah satu mata uang terkuat di kawasan Asia. Nilai dollar singapura masih lebih murah ketimbang investor berinvestasi pada mata uang dollar AS secara langsung.

Setali tiga uang, emas Antam juga diburu investor yang khawatir akan volatilitas rupiah sepanjang tahun ini. Tak hanya itu, investor juga memilih emas Antam sebagai upaya berjaga-jaga atas sentimen agenda politik pada tahun depan.

Begitu juga dengan reksadana pasar uang. Permintaan terhadap instrumen tersebut meningkat di saat pasar saham dan obligasi Indonesia kerap mengalami tren koreksi di tahun ini. Terlebih lagi, pajak imbal hasil reksadana pasar uang lebih rendah ketimbang deposito atau obligasi, yakni 5%.

“Reksadana pasar uang jadi favorit investor yang butuh likuiditas tinggi di tengah ketidakpastian pasar,” terang Eko, Jumat (28/12).

Kendati instrumen-instrumen tersebut masih bisa melanjutkan prestasinya di tahun depan, Eko menyarankan agar investor tetap berani masuk pada instrumen yang lebih berisiko.

Sebab, instrumen seperti saham dan obligasi biar bagaimana pun tetap menjanjikan keuntungan besar secara jangka panjang. IHSG pun belum pernah mencetak kinerja negatif dalam dua tahun beruntun.

“Keuntungan yang diperoleh dari investasi aset safe haven di tahun ini bisa digunakan oleh investor untuk membeli instrumen-instrumen berisiko lebih tinggi pada tahun depan,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×