kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren harga minyak kembali bearish


Sabtu, 09 Juni 2018 / 10:41 WIB
Tren harga minyak kembali bearish
ILUSTRASI. HARGA MINYAK DUNIA


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) masih dalam tren bearish tanpa adanya sentimen geopolitik. Sentimen fundamental, seperti naiknya produksi minyak di Amerika Serikat (AS) terus menghimpit harga si emas hitam ini.

Mengutip Bloomberg, Jumat (8/6) harga minyak mentah WTI kontrak pengiriman Juli 2018 di New York Mercntile Exchange turun 0,39% menjadi US$ 65,69 per barel. Sementara selama sepekan harga minyak WTI turun 0,18%.

Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan harga minyak kembali dalam tren penurunan. Salah satunya datang setelah data produksi minyak AS bertambah. "Jumlah rig aktif pengeboran minyak mentah AS terus meningkat," kata dia, Jumat (8/6).

Energy Information Administration (EIA) merilis persediaan minyak Negeri Paman Sam untuk periode Mei 2018 tercatat melambung 2,1 juta barel per hari.

Analis PT Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menambahkan, sepekan lalu produksi minyak di AS menyentuh level tertinggi di 19,8 juta barel per hari.

Menanti OPEC

Saat ini, pasar juga masih wait and see menanti hasil rapat Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang dilaksanakan pada 22 Juni 2018. "Ada berita berkembang anggota OPEC dan non-OPEC akan menaikkan produksi minyak untuk mengimbangi turunnya pasokan dari Iran dan Venezuela," jelas Faisyal.

Sementara, menurut Deddy jika hasil keputusan OPEC sepakat untuk memperpanjang pemangkasan produksi minyak tanpa menambah besaran pemangkasan minyak maka hal itu tidak akan membuat harga minyak naik signifikan. Saat ini, yang ditunggu pelaku pasar adalah kenaikan besaran kewajiban pemangkasan produksi dari para anggota OPEC dan Rusia.

Selain itu, harga minyak dalam tren bearish setelah mendapat ancaman dari China yang berniat mengurangi impor minyak. Ini sudah terlihat di bulan Mei lalu. Saat itu, impor minyak Negeri Tirai Bambu itu turun menjadi 9,2 juta barel per hari dari 9,6 juta barel per hari sepanjang bulan April 2018.

Belum lagi, produksi minyak di AS yang hampir menyamai produksi minyak di Rusia sebesar 11 juta per barel semakin membuat pasar khawatir terhadap kelebihan pasokan global.

Melihat data fundamental yang masih negatif, Deddy mengatakan, kenaikan harga minyak ke depan bisa terjadi bila ada ketegangan geopolitik. Namun dalam jangka panjang, bila pertumbuhan ekonomi global membaik, tidak menutup kemungkinan permintaan minyak bisa naik dan menguatkan harga minyak.

Senada, Faisyal memproyeksikan untuk jangka pendek harga minyak masih bearish. Sementara, kemungkinan harga minyak naik bisa datang dari penurunan ekspor minyak dari Venezuela.

Ia pun memperkirakan, harga minyak mentah pada awal pekan depan berada di kisaran US$ 64,75–US$ 66,30 per barel. Sedangkan Deddy memproyeksikan, sepekan ke depan, harga emas hitam berada dalam rentang US$ 64,00–US$ 67,33 per barel.

Secara teknikal, harga minyak berada di bawah MA 50 tetapi masih berada di atas MA 100 dan 200. Indikator tersebut menandakan harga minyak masih berpotensi melemah jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×