kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APLTMH : Kapal diesel Turki mesti dikurangi


Rabu, 21 Februari 2018 / 17:07 WIB
APLTMH : Kapal diesel Turki mesti dikurangi
ILUSTRASI. Kapal pembangkit listrik


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengusaha menyarankan pemerintah menghentikan pembelian kapal listrik atau mobile power plant (MPP). Yang ada pun mesti dikurangi, sebab Kapal yang berasal dari Turki tersebut berbahan bakar diesel dan sangat mahal.

“Pemerintah harus menghentikan niat PLN menambah MPP. Malah mesti dikurangi. Sebab sangat boros, sementara harga energi primer makin mahal,” ujar Riza Husni, Ketua Umum Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (APLTMH)  melalui siaran tertulisnya, Rabu (21/2).

Penggunaan MPP menurut Riza sangat memberatkan keuangan PLN. Sementara PLN terus membangun pembangkitnya sendiri. 
Di sisi lain, ancaman kenaikkan harga minyak sudah di depan mata. “Kalau sudah begini, yang diberatkan bebannya nanti independent power producer (IPP) atau konsumen. Padahal, PLN agresif menambah pembangkit energi fosil selama ini,” imbuh Riza.

Riza menambahkan, selain boros solar, sewa Kapal Turki juga ini sangat memberatkan keuangan PT PLN.

Riza bilang, saat ini PLN terjebak dalam pengembangan pembangkit listrik energi mahal dan tidak ramah lingkungan. Guna mendukung pengembangan energi mahal tersebut, PLN malah memperbanyak kapal diesel Turki dan mempersulit investasi di energi baru terbarukan (EBT).

Menurutnya, meski Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menyederhanakan regulasi ketenagalistrikan, namun penyederhanaan tersebut tidak memangkas regulasi listrik penghambat investasi. “Tidak substansial yang dipangkas. Cuma akal-akalan saja untuk membuat Presiden Jokowi senang,” papar Riza.

Menurutnya, ada dua aturan yang memang sudah tidak berlaku yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Nomor 19 tahun 2016. Dua aturan itu sudah digantikan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017.

“Jadi, regulasinya memang sudah ompong atau mati dengan sendirinya. Ada atau tidak regulasi tersebut tidak membuat investasi menjadi hidup lagi,” pungkas Riza.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×