kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,92   -8,44   -0.91%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APTRI: Produksi gula tergantung iklim dan faktor psikologis petani


Minggu, 11 Februari 2018 / 16:56 WIB
APTRI: Produksi gula tergantung iklim dan faktor psikologis petani
ILUSTRASI. Ilustrasi gula impor


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum DPN Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan produksi gula rakyat tahun ini tergantung pada kondisi iklim.

“Kami akan lihat iklim ini dulu, apakah normal atau tidak, apakah iklim ini kemaraunya panjang atau justru hujannya yang panjang,” jelas Soemitro kepada Kontan.co.id, Jumat (9/2).

Menurut Soemitro, produksi gula bisa naik apabila iklim tahun ini normal. Sementara apabila kemarau berlangsung lebih lama, gula yang dihasilkan akan lebih sedikit. Sementara, bila hujan lebih panjang tingkat rendamannya akan turun sehingga produksi akan rendah.

“Penurunan rendaman ini sangat tinggi terhadap produktivitas gula. Kalau kami lebih bagus ada hujan, tetapi tidak ekstrim. Tetapi kalau kemarau, tebu kita produktivitasnya rendah sekali. Tebu cepat kering dan tidak dibarengi dengan peningkatan rendaman yang cukup signifikan,” ujar Soemitro.

Tak hanya masalah iklim, produksi gula juga bisa dipengaruhi faktor psikologis petani. Pasalnya, saat ini harga gula sudah tidak terlalu menggairahkan. Menurutnya, dengan tidak menariknya harga dan masuknya gula impor, maka petani akan enggan mengelola tanaman tebunya dengan maksimal.

“Gula tahun lalu belum laku. Pasar yang lesu menunjukkan stoknya masih banyak. Sementara Jawa Tengah sudah tidak menggiling 4-5 bulan yang lalu. Jatim sudah tutup pada September-Oktober, tetapi gula yang lalu ini belum laku. Pergerakan harga juga belum bergerak,” terang Soemitro.

Menurutnya, harga gula perlu mengacu pada tingkat pendapatan di tingkat petani. Pasalnya, harga gula yang coba diatur di tingkat konsumen justru membuat petani tidak sejahtera. Dengan begitu, bukan tidak mungkin petani akan beralih ke komoditas lain yang dianggap lebih menguntungkan.

Dia juga menambahkan, saat ini harga gula di petani sangat rendah. Bahkan, harga sebesar Rp 9.750 per kg sudah sulit untuk terjual. Sementara, pedagang tidak diizinkan menjual gula ke pasar. Karena itu, banyak petani yang menjual gulanya dengan harga yang sangat rendah.

Soemitro mengungkapkan, pada 2017 petani merugi. Bila pada 2018 petani kembali merugi, maka petani akan berhenti menanam tebu. “Banyak petani yang menyewa tanah minimal 2-3 tahun. Kalau rugi terus pasti akan dihentikan, dan pemilik tanah belum tentu menanam tebu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×