kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45910,80   -12,69   -1.37%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beresi Pre Clearance biar bongkar muat lancar


Rabu, 19 Juli 2017 / 10:53 WIB
Beresi Pre Clearance biar bongkar muat lancar


Reporter: Tantyo Prasetya | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Waktu bongkar muat barang atau dwelling time kembali naik. Pada semester I-2017, dwelling time kembali menjadi 3,5 hari. Padahal, pada tahun lalu waktu bongkar muat barang mampu ditekan menjadi 2,9 hari.

Naiknya angka dwelling time  ini berdampak terhadap kegiatan logistik. Ongkos yang harus dikeluarkan pengusaha semakin  mahal ketika barang tertahan lebih lama di gudang.

Kementerian Perhubungan berdalih, kenaikan angka dwelling time akibat arus barang melonjak, seiring  tingginya permintaan barang selama momentum Lebaran, kemarin. Celakanya, peralatan untuk mengakomodasi arus barang juga masih kurang.

Walhasil, waktu tunggu penyelesaian dwelling time menjadi bertambah.  "Ada antrean karena kebutuhan barang naik. Ini otomatis berdampak pada bertambahnya dwelling time," terang Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono, Jumat (14/7).

Kementerian Perhubungan berjanji akan mengevaluasi implementasi proses administrasi untuk kembali menekan angka dwell time. Sanksi bisa dijatuhkan kepada pihak yang menyebabkan proses bongkar buat menjadi lambat.

Pre-clearance

Memang, dwelling time masih menjadi permasalahan yang harus segera diatasi, bila pemerintah ingin mengurangi biaya logistik di Indonesia. Sejatinya, di mata pelaku usaha logistik, dwelling time bukan merupakan isu utama.

 Yang menjadi pangkal persoalan justru tahapan pre-clearance dan custom clearance, yakni proses administrasi pengeluaran barang dari atau ke pelabuhan muat atau pelabuhan bongkar yang kudu dibenahi.

 "Sebelum membicarakan dwelling time, seharusnya pemerintah membereskan terlebih dahulu perihal pre-clearance dan custom clearance," kritik Yukki Nugrahawan Hanafi, Ketua Umum DPP Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) kepada KONTAN, Senin (17/7).

Dari standar Bank Dunia tentang waktu bongkar muat di pelabuhan, terbagi menjadi tiga, yakni pre clearance, custom clereance dan post clereance. Gambaran saja, pada tahun lalu di Tanjung Perak, pre clearance bisa ditekan hingga 1,72 hari, custom clearance 0,22 hari, dan 1,19 hari untuk proses post clearance.

Dari tiga tahap pemeriksaan dokumen ini, proses pre clearance sebesar 54,95% terhadap keseluruhan masa bongkar muat barang hingga keluar dari pelabuhan.

Atas dasar itu, pemerintah memastikan bahwa kargo tersebut harus bisa dipastikan keluar dari gudang penyimpanan dan sampai ke tempat tujuan. Bukan hanya dipindah ke tempat penampungan sementara (TPS) yang justru membuat biaya logistik membengkak.

Yukki menjelaskan, angka dwelling time turun, jika barang bisa dikeluarkan dari gudang secepat mungkin. "Kalau hanya digeser ke TPS, belum dweling time. Kalau geser ke TPS harga jadi naik, yang harusnya ke tujuan jadi dikirim ke luar," jelasnya.

Agar angka dweling time kembali turun, ALFI berharap, pemerintah menghapus jalur kuning, karena dianggap sia-sia. Alasannya, jalur kuning hanya istilah. Faktanya barang masih berada di gudang.

Artinya, sudah cukup dengan dua jalur saja, yakni jalur merah dan jalur hijau. "Jalur hijau pun harus memakan waktu hingga 1,5 hari bagi kargo agar bisa keluar dari gudang," terang Yukki. 

Selain  kepastian barang sampai di tempat tujuan, ALFI juga meminta PT Pelindo bisa menghapus tarif progresif bagi barang yang masih tertahan di gudang impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×