kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemenperin ajak perusahaan Jepang kembangkan industri metanol di Indonesia


Sabtu, 13 Maret 2021 / 12:40 WIB
Kemenperin ajak perusahaan Jepang kembangkan industri metanol di Indonesia


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian mendukung pengembangan industri metanol di Indonesia. Hal ini berangkat dari kebutuhan metanol yang semakin meningkat. Pasalnya, industri methanol memegang peranan yang sangat penting bagi pengembangan industri di hilirnya.

Dalam kunjungan kerja ke Tokyo, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita didampingi Duta Besar LBBP RI-Jepang, Heri Akhmadi bertemu dengan perusahaan industri kimia Sojitz Corporation untuk membahas pengembangan industri metanol di Indonesia.

“Dalam pertemuan tadi, Sojitz menyatakan ketertarikan untuk mengembangkan industri metanol dan amonia di Kawasan Industri Teluk Bintuni yang akan menyerap investasi sekitar US$ 5 miliar,” ujar Agus di Tokyo, dikutip dari siaran pers di situs Kemenperin, Sabtu (13/2).

Baca Juga: Bumi Resources (BUMI) terus memacu proyek gasifikasi batubara menjadi metanol

Dalam pertemuan dengan Presiden dan CEO Sojitz Corporation Fujimoto Masayoshi, Menperin menyampaikan bahwa proyek Bintuni masuk sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga akan memperoleh kemudahan serta berbagai insentif dari pemerintah.

“Proyek petrokimia di Teluk Bintuni akan menjadi yang terbesar dengan luas sekitar 2.000 hektare. Kami akan membahasnya lebih lanjut pada kunjungan selanjutnya di bulan Mei mendatang,” jelas dia.

Bisnis Sojitz Corporation di Indonesia meliputi perusahaan Kaltim Methanol Industri (KMI) di Bontang, Kalimantan Timur yang merupakan satu-satunya produsen methanol di Indonesia. Perusahaan tersebut berkapasitas produksi 660.000 metrik ton per tahun. Alhasil, dengan kebutuhan metanol di dalam negeri yang mencapai sekitar 2 juta ton, pembangunan pabrik methanol baru sangat dibutuhkan.

Bahan baku methanol sangat dibutuhkan, antara lain dalam industri tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, dan plywood. Metanol juga sangat berperan sebagai antifreeze dan inhibitor dalam kegiatan migas. Selain itu, methanol juga merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel.

“Di tahun 2020, permintaan akan metanol juga meningkat dengan penerapan mandatory biodiesel B30,” kata Agus.

Guna merealisasikan proyek pembangunan pabrik methanol kedua tersebut, diperlukan dukungan penuh kedua pemerintah dalam pengembangan industri petrokimia di Bintuni. Kawasan industri ini dikembangkan secara multiyear dengan menggunakan KPBU atau Kerjasama Pemerintah Badan Usaha.

Pembangunan infrastruktur di kawasan tersebut ditargetkan bisa dilaksanakan pada tahun ini dan dilanjutkan pembangunan pabrik-pabrik pada 2022, sehingga tenant atau penyewa bisa mulai berproduksi pada 2024.

Pada kesempatan tersebut, Agus juga mengundang Sojitz untuk berinvestasi pada industri soda ash sebagai hilirisasi dari amonia, di samping sebagai pengurangan emisi CO2 pada pembakaran batubara yang akan dikembangkan oleh Sojitz. “Pemerintah akan memberikan insentif tertentu bagi industri pioner seperti soda ash,” imbuhnya.

Selanjutnya: Insentif hilirisasi batubara diprediksi terealisasi semester II-2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×