kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kimia Farma tak ingin sekedar berbisnis obat


Sabtu, 02 Maret 2013 / 20:26 WIB
Kimia Farma tak ingin sekedar berbisnis obat


Reporter: Merlinda Riska, Hendra Gunawan | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. Tahun ini bakal menjadi masa sibuk PT Kimia Farma Tbk. Perusahaan farmasi itu berniat melebarkan sayap bisnisnya ke industri layanan kesehatan, alias healthcare.

Perusahaan plat merah tersebut mengembangkan bisnis distribusi obat serta klinik kesehatan. Tahun ini, mereka akan menambah sebanyak 60 apotek serta 100 klinik kesehatan. Jadi, jumlah apotek Kimia Farma di penghujung tahun menjadi 560 unit dan klinik menjadi 300 unit.
"Ini merupakan satu langkah kami agar masyarakat mengenal Kimia Farma sebagai perusahaan healthcare, bukan sebatas farmasi," ujar Rusdi Roesman, Direktur Utama Kimia Farma ke KONTAN, di kantornya, Jumat (1/3).

Untuk mewujudkan konsep bisnis kesehatan, apotek Kimia Farma akan diubah menjadi one stop health care services (OSHCS). Selain apotek, tersedia pula layanan  dokter dan laboratorium klinik selama 24 jam.

Dari total 500 apotek milik Kimia Farma, sebagian besar sudah memiliki fasilitas layanan kesehatan. Sebanyak 60 apotek Kimia Farma yang baru juga sudah dilengkapi dengan layanan kesehatan.

Djoko Rusdianto, Sekretaris Perusahaan Kimia Farma, menuturkan, kebutuhan dana ekspansi tidak seluruhnya berasal dari kocek Kimia Farma. Perusahaan itu juga menggandeng pihak ketiga sebagai mitra.

Bentuk kerjasamanya bervariasi. Di satu lokasi, Kimia Farma yang menyediakan tanah dan bangunan. Namun di tempat lain, pihak ketiga yang bermodal tanah dan bangunan. "Ada juga apotek yang kami akuisisi. Tapi jika dipukul rata nilai investasinya sekitar Rp 30 miliar untuk 30 apotek," tutur Djoko.

Saat ini, Kimia Farma membagi klasifikasi bisnis apoteknya ke dalam tiga kelas. Apotek kelas satu yang total harga obatnya mencapai Rp 1,2 miliar-Rp 1,3 miliar. Apotek kelas dua yang total nilai obatnya sebesar Rp 800 juta - Rp 1 miliar. Dan apotek kelas tiga yang punya nilai obat seharga Rp 500 juta-Rp 600 juta.

Nah, untuk apotek yang terbaru, maksimal apotek kelas dua. Namun Djoko belum mengetahui secara persis komposisi antara apotek kelas dua dan tiga.

Yang pasti bukan untuk apotek kelas satu. Karena untuk mencapai apotek utama ini harus melihat potensi pasar terlebih dahulu. Bila hasilnya positif, baru si apotek bisa ditingkatkan menjadi apotek kelas utama atau kelas satu.

Sama halnya dengan apotek, penambahan 100 klinik pun, tidak sepenuhnya dana sendiri. Mereka akan menggandeng pihak lain ataupun mengakuisisi klinik yang sudah ada. Namun, jika dirata-ratakan, investasi untuk membangun klinik per unitnya sebesar Rp 50 miliar-100 miliar.

Portofolio bisnis kesehatan, Kimia Farma tak sebatas apotek dan klinik. Perusahaan itu juga berencana membangun hotel yang punya fasilitas klinik kesehatan dan apotek.

Syaratnya, hotel harus berada di lokasi premium dengan luas lahan berkisar 2.500 m2 hingga 3.000 m2. Fasilitas apotek dan klinik kesehatan akan ada di lantai satu. Adapun pembangunan hotel diserahkan ke pihak lain.

Mereka akan memanfaatkan lahan sendiri yang punya lokasi strategis di beberapa kota di Jakarta, Semarang, Manado, Bandung dan Makasar. "Untuk tahun ini, sebagai percontohan sudah ada di Bandung," ucap Rusdi.

Rusdi berujar aksi bisnis ini diperlukan supaya Kimia Farma bisa menjadi perusahaan farmasi nomor lima terbesar di Indonesia. Kini, Kimia Farma menempati peringkat 12 di industri farmasi. Untuk mencapai target itu, Kimia Farma menyiapkan belanja modal
Rp 600 miliar di 2013

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×