kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pertumbuhan industri keramik jauh dari harapan


Selasa, 26 September 2017 / 22:27 WIB
Pertumbuhan industri keramik jauh dari harapan


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Kabar bahwa PT Mulia Industrindo Tbk (MLIA) menjual anak usaha PT Muliakeramik Indahraya sebagai produsen keramik menimbulkan tanda tanya besar, seberapa berat kondisi industri keramik saat ini?

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri keramik Indonesia (Asaki), Elisa Sinaga mengatakan bahwa kondisi industri saat ini tertekan dari segi belanja gas dan pasar yang kian berat.

Soal pasar, sektor keramik sangat dipengaruhi oleh tumbuh tidaknya bisnis properti. “Kalau melihat pasar seperti ini, beberapa produsen mungkin merasa berat untuk melanjutkan produksi,” ujar Elisa kepada KONTAN, Selasa (26/9).

Pertumbuhan properti yang tampak sekarang dinilai kurang signifikan, apalagi kebutuhan keramik biasanya diserap setelah 3-4 bulan proyek tersebut dalam pengerjaan. "Sampai saat ini (September) situasi pasar tidak banyak berubah, jadi belum bisa dibilang menggembirakan," kata Elisa.

Mengenai aksi MLIA yang memutuskan tidak lagi bermain di ranah keramik, Elisa belum mau berkomentar bagaimana dampaknya dalam iklim usaha ke depan.

“Karena saya belum dapat informasi yang pasti soal itu,” sebutnya. Namun yang jelas MLIA termasuk pemain besar bersanding dengan PT Arwana Citramulia tbk (ARNA) dan produsen lainnya.

Ditambah lagi Industri keramik lokal tergerus produk impor. Elisa mengatakan, sampai dengan 2016 ada 50 juta meter persegi keramik impor masuk di Indonesia dan trennya tiap tahun meningkat hampir 20 persen, begitu pula dengan tahun ini.

“Sebenarnya impor bisa saja dibatasi, asal ada pengkajian yang jelas mengenai perlunya pembatasan,” urai Elisa. Kesulitan untuk melakukan pengkajian saat ini ialah, banyak produsen keramik yang enggan mengungkapkan utilitas pabriknya.

Keengganan tersebut menyebabkan data pasti soal berapa jumlah produksi lokal masih belum diketahui. Sampai saat ini, Asaki mencatat kapasitas terpasang keramik dalam negeri berjumlah 550 juta meter persegi. Elisa mengatakan utilisasi semua pabrik di Indonesia rata-rata di 2016 kisaran 65%.

Adapun jumlah pabrik keramik yang masih aktif berproduksi di Indonesia, Elisa memperkirakan tidak lebih dari 70%. “Meski demikian yang tidak berproduksi saat ini belum tentu tutup, bisa saja mereka berproduksi dalam beberapa bulan atau tahun ke depan,” ungkap Elisa. Sebab pada akhirnya dikembalikan pada strategi masing-masing produsen.

KONTAN mencoba menghubungi perusahaan seperti MLIA, namun sampai saat ini manajemen masih belum ingin berkomentar. Sebelumnya MLIA diketahui memiliki kapasitas produksi keramik mencapai 80 juta meter persegi per tahunnya.

Sedangkan emiten ARNA masih optimis bisa meraih pertumbuhan di tahun ini. Edy Sujanto, Chief Operating Officer (COO) ARNA mengakui bahwa bisnis keramik secara keseluruhan memang belum optimal. Namun demi menggenjot usahanya, ARNA penetrasi ke pasar segmen menengah ke atas dan melakukan efisiensi dari segi penggunaan bahan bakar gas.

Elisa, Ketua Umum Asaki, menyesalkan janji penurunan harga gas yang belum juga terealisasi. Ia mengaku bahwa Industri tidak bisa memaksakan keputusan tersebut dan hanya bisa menunggu ketegasan pemerintah. “Kalau keputusan ini tidak menentu siapa yang ambil, ya Presiden menurut saya layak ambil alih,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×