Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyepakati Harga Batubara Acuan (HBA) sebagai salah satu komponen penentu tarif listrik, bersamaan dengan kurs dolar Amerika Serikat, harga minyak Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) dan inflasi.
Pasalnya, saat ini, kebanyakan pembangkit listrik yang digunakan oleh PLN menggunakan batubara melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Jadi, menurut PLN, masuknya HBA sebagai komponen penentu tarif listrik adalah wajar.
“Itu supaya mendapatkan harga yang lebih realistis. Tarif listrik tidak secara langsung naik. Hanya pengadaannya saja yang naik. Tarif listrik kan tetap ditentukan oleh pemerintah melalui regulasi, meskipun HBA masuk sebagai komponen,” kata Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka kepada Kontan.co.id, Senin (29/1).
Jika pengadaan bahan baku naik, kata Made, pihaknya meminta supaya pemerintah bisa menerapkan harga batubara melalui cost plus margin untuk pembangkit dalam negeri (DMO). Sehingga pembelian bahan baku batubara tidak mengikuti harga batubara yang sedang naik yakni senilai US$ 95,54 per ton.
Dengan penetapan batubara DMO untuk pembangkit itu ditetapkan, kata Made, maka tarif listrik bisa disesuaikan dan bisa turun.
“Pertama, dengan DMO ada kuantiti yang diberikan kepada PLN. Kedua, ada kesesuaian yang bisa membuat harga listrik lebih terjangkau,” tandasnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Institute Energy for Essential Services Reformn(IESR), Fabby Tumiwa mengatakan rencana pemerintah memasukan komponen kenaikan harga batubara dalam tarif adjustment tidak tepat. Alasannya, . Harga batubara yang berkontrak dengan PLN tidak berubah sewaktu-waktu dan PLN tidak membeli batubara dari pasar spot dan tidak import. Tapi, kontrak jangka panjang dengan produsen local.
Selain itu, harga energi primer merupakan risiko yang harus dikelola oleh PLN, dan risiko batubara dengan BBM berbeda. PLN seharusnya dapat mengelola risiko harga batubara melalui kontrak dengan produsen/pemilik tambang.
“Jika Menteri ESDM memasukan HBA pada tarif penyesuaian, maka risiko yang harusnya dikelola oleh PLN menjadi risiko yang ditanggung oleh pelanggan listrik,” ungkapnya kepada KONTAN, Senin (29/1).
Kebijakan ini, kata Fabby, malah lebih menguntungkan produsen batubara, dan tidak memberikan insentif kepada PLN untuk melakukan efisiensi bahan bakar serta upaya untuk mengontrol biaya energi primer.
“KESDM juga diminta secara transparan mengumumkan perhitungan tarif adjustment secara berkala kepada publik. HBA itu dimaksudkan untuk menghitung pendapatan pemerintah dari royalti dan pajak,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News