kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sparepart Masih Impor, SCNP Gunakan Cara Ini untuk Tekan Cost Produksi


Jumat, 26 April 2024 / 15:36 WIB
Sparepart Masih Impor, SCNP Gunakan Cara Ini untuk Tekan Cost Produksi
ILUSTRASI. PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) mengakui bahwa ketergantungan sparepart atau suku cadang masih cukup besar. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten produsen peralatan rumah tangga dan peralatan medis PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP) mengakui bahwa ketergantungan sparepart atau suku cadang masih cukup besar. 

“Mengenai sparepart, karena sampai saat ini ketergantungan sparepart masih cukup besar dari negara China, ini yang harus kita hadapi, agar ke depannya kita bisa memproduksi sparepart di dalam negeri,” ungkap Direktur Keuangan Selaras Citra Nusantara Perkasa Djamarwie kepada Kontan beberapa waktu lalu. 

Untuk mensiasati hal ini, dirinya mengungkapkan perseroan telah melakukan pencarian terhadap pabrik-pabrik suku cadang yang lain, selain yang telah ada atau eksisting

Baca Juga: SCNP Membidik Target Pendapatan Naik 71%

“Karena khususnya di China, banyak pabrik yang memproduksi item yang sama hanya selama ini kami bergantung pada beberapa. Artinya, beberapa tahun ini kami mulai berubah dalam mencari vendor. Dan ternyata kita membawa hasil, vendor-vendor baru harganya lebih kompetitif,” tambahnya. 

Disisi lain, Richard Ong sebagai Direktur Utama perseroan mengatakan pihaknya juga senantiasa menganalisis produk dan berusaha menekan pengeluaran atau cost dari beberapa sisi. 

“Kita juga sedang menganalisis produksi kita, kita berusaha cost down di tingkat itu. Terutama di bagian waktu, cara dan alat. Kadang-kadang ada alat yang kita tambahkan agar kita bisa mempercepat produksi,” ungkapnya.

 

Salah satunya dengan cara mengontrol inventory, karena kalau terlalu banyak akan menjadi deadstock atau produk di inventory atau gudang yang tidak dapat terjual. 

“Jadi kita sangat kontrol agar deadstock gak banyak dan cash bisa kita putar lagi untuk membeli keperluan yang benar-benar dibutuhkan,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×