kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Proyek listrik 15.200 MW ditunda akibat pembatasan impor


Rabu, 05 September 2018 / 06:06 WIB
Proyek listrik 15.200 MW ditunda akibat pembatasan impor
ILUSTRASI. PLTU Suralaya Unit 9 dan 10


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pemerintah mengurangi beban impor untuk menahan kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) bisa menyebabkan penundaan proyek listrik.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan mengatakan, ada sejumlah proyek strategis nasional yang akan dijadwalkan ulang. Proyek kelistrikan merupakan salah satu proyek strategis yang akan ditata ulang dan mendorong penggunaan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

"Tujuannya bagaimana kita mengendalikan impor. Lebih fokus menggunakan produk dalam negeri, TKDN," ujar Jonan, Selasa (4/9).

Jonan menyebut, TKDN dalam proyek ketenagalistrikan rata-rata mencapai 20%-40%. Sedangkan sisanya dipenuhi dengan impor. Untuk mengurangi impor, proyek 35.000 megawatt (MW) akan mengalami penundaan.

Jonan bilang, proyek yang belum financial close akan ditunda di tahun berikutnya. Jumlahnya mencapai sekitar 15.200 MW. Nilai investasi dari proyek tersebut sekitar US$ 24 miliar-US$ 25 miliar. Dengan penundaan ini, beban impor diproyeksikan berkurang sekitar US$ 8 miliar hingga US$ 10 miliar.

"Di awalnya ini (ditargetkan) akan selesai pada tahun 2019. Sekarang ada yang ditunda pada tahun 2021-2026. Bukan dibatalkan, tapi digeser," imbuh Jonan.

Menurut Jonan, target rasio elektrifikasi tetap akan tercapai meski ada penundaan proyek. ESDM menargetkan rasio elektrifikasi 99% bisa tercapai tahun depan. "Rasio elektrifikasi hari ini sudah 97,3%. Sampai akhir tahun 97,5% bisa," kata Jonan.

Pengetatan impor barang ini juga berlaku pada sektor hulu migas, pertambangan umum dan energi baru dan terbarukan (EBT). "Prinsipnya kita tidak akan menyetujui rencana impor untuk produk yang sudah bisa dihasilkan dalam negeri. Hasil ekspor harus kembali ke Indonesia, atau bisa ditempatkan di bank-bank pemerintah di luar negeri. Kalau tidak kembali ada sanksi untuk mengurangi ekspornya," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×