Reporter: Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Serangan hama penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular streak dieback (VSD) masih menjadi momok bagi petani kakao dalam negeri.
Menurut data Kementerian Pertanian, produktivitas kakao nasional turun 37% tahun 2009 akibat serangan PBK dan VSD. Tahun lalu PBK dan VSD menyerang 450.000 hektare (ha) dari total lahan kakao nasional 1,4 juta ha. Akibatnya, produktivitas kakao turun dari 1,1 ton per ha di 2008 menjadi 660 kilogram (kg) per ha di 2009. Ujung-ujungnya, pada kurun waktu yang sama, produksi kakao nasional turun dari 803.594 ton menjadi 758.411 ton.
Untuk mencegah produksi terus turun sekaligus menaikkan kembali produksi kakao, pemerintah sudah meremajakan 20.000 hektare lahan, merehabilitasi 60.000 hektare lahan, serta melakukan intensifikasi 65.000 hektare lahan. Usaha tersebut yang termaktub dalam Gerakan Nasional (Gernas) Kakao 2009 yang mencakup tujuh propinsi.
Pemerintah menggelontorkan dana hampir Rp 1 triliun untuk program ini. Harapannya, pada 2013 produktivitas kakao bisa mencapai 1,5 ton-2,5 ton per hektare per tahun. Sayangnya, tahun ini, Gernas yang akan menambah 145.000 hektare lahan peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi terganjal dana.
“Dana yang direncanakan Rp 1 triliun, tetapi kita hanya dapat Rp 500 miliar,” ujar Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Achmad Manggabarani. Akibatnya, luas lahan yang digarap dalam Gernas susut menjadi 59.663 ha. Rinciannya, areal peremajaan seluas 15.150 ha, rehabilitasi 28.613 ha, dan intensifikasi 15.900 ha.
Walaupun luas areal Gernas turun, Manggabarani tetap optimistis total produksi kakao nasional tahun ini bisa mencapai 776.618 ton.
Untuk meningkatkan nilai jual kakao, pemerintah juga menggalakkan produksi kakao hasil fermentasi. Sebab, harga kakao fermentasi saat ini lebih tinggi Rp 3.000 dibandingkan kakao nonfermentasi yang saat ini harganya ?Rp 20.000 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News