kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45904,15   5,40   0.60%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

100% rel kereta api masih tergantung impor


Rabu, 25 November 2015 / 14:17 WIB
100% rel kereta api masih tergantung impor


Sumber: Kompas.com | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Moda transportasi massal kereta api menjadi salah satu fokus pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla di bidang infrastruktur.

Sayangnya, keinginan pemerintah itu tidak dibarengi dengan industri penunjang perkeretaapian.

Menurut Direktur Sarana Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, Yugi Hardiman, saat ini seluruh rel yang digunakan di Indonesia masih impor.

"Karena belum ada industri yang bikin," kata Yugi di Jakarta, Rabu (25/11).

Beberapa negara pemasok rel Indonesia antara lain, China, Jepang, dan negara-negara di Eropa Timur.

Yugi mengatakan, belum adanya industri pembuatan rel di Indonesia disebabkan skala usahanya yang dinilai belum ekonomis.

"Nanti kalau dibuat, tapi tidak ada pasarnya, susah juga," kata dia.

Adapun spesifikasi rel yang digunakan saat ini masih menggunakan spesifikasi lama peninggalan Belanda, yakni R33 dan spesifikasi baru R54.

"Kalau sisa Belanda masih R33, masih rel kecil. Sehingga tidak bisa digunakan untuk kereta api berkecepatan tinggi," lanjut Yugi.

Saat ini, penggunaan R33 lambat laun sudah digantikan dengan R54. Misalnya untuk jalur ganda lintas Jawa, sebanyak 80-90 persennya sudah menggunakan rel spesifikasi R54.

"Hanya beberapa lintas cabang yang masih menggunakan rel lama," imbuh Yugi.

Direktur Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Kementerian Perindustrian, I Gusti Putu Suryawirawan menuturkan, diharapkan komitmen pemerintah untuk membangun moda transportasi masal berbasis rel, bisa mendorong tumbuhnya industri penunjang perkeretaapian.

Putu mengatakan, sebetulnya secara umum sebanyak 40% kandungan lokal bisa memenuhi spesifikasi kereta api. Tetapi, lanjut dia, industri ini termasuk dalam kategori industri penghasil barang modal.

"Sehingga jumlah yang diproduksi itu tidak mungkin melebihi dari kebutuhan," kata Putu.

"Misalnya kaya industri mobil stok dilebihkan. Kalau orang perlu bisa ambil di gudang. Kereta api tidak bisa seperti itu. Seperti halnya kapal dan pesawat dirancang atas kebutuhannya," pungkas Putu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×