kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

2009, Produksi Baja Terpangkas 40%


Sabtu, 27 Desember 2008 / 08:58 WIB
2009, Produksi Baja Terpangkas 40%


Reporter: Nurmayanti |

JAKARTA. Satu lagi industri yang memangkas produksinya pada tahun depan karena krisis. Pengusaha industri baja nasional memperkiraka bakal memangkas produksinya pada tahun depan sebesar 30% hingga 40%. Artinya, produksi baja nasional hanya 2,4 juta ton bila dibandingkan dengan total produksi di 2008 sebesar 4 juta ton.

Pemangkasan produksi bukan tanpa sebab. Ada tiga faktor menjadi alasan produsen mengurangi produksi mereka. Kondisi ini sudah berlangsung sejak 2008 dan terus berlanjut di tahun depan. Pertama, produsen hulu dan hilir masih memiliki stok bahan baku yang menumpuk yang mereka beli pada saat harga tinggi. Kedua, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Terakhir, ketergantungan industri dalam negeri terhadap produk baja impor.

"Jadi kami perkirakan tahun depan bakal turun 30% hingga 40%," ujar Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka Depperin Ansari Bukhari, kemarin (24/12).

Sebenarnya, beberapa bulan menjelangi akhir 2008, sejumlah perusahaan hulu – hilir baja ada yang telah menghentikan sementara produksinya. Salah satunya, PT Krakatau Steel (KS) menghentikan produksi di lini hulu atau steel making dengan alasan perawatan berkala atau overhaul pada Desember 2008 hingga Januari 2009. Jumlah produksi yang terhenti mencapai 30% atau 1,5 juta ton.

Terkait penumpukan stok di produsen hulu dan hilir terjadi karena spekulasi yang mereka lakukan pada saat harga baja bakal melonjak. Pengusaha membeli banyak karena kuatir harga baja bakal tak turun lagi dan justru terus tinggi. Pada Agustus, harga baja menembus titik
tertinggi US$1.220 per ton. Pada saat pembelian, produsen membeli di kisaran antara US$800 – US$1.000 per ton. Saat ini, harga baja justru telah menyentuh titik terendah menjadi hanya US$440 – US$500 per ton. Jumlah stok yang tertumpuk setara untuk stok 2 bulan produksi atau sekitar 666.700 ton. Alhasil, ketika harga baja anjlok, produsen merugi.

Sementara untuk pelemahan nilai tukar rupiah ke dolar bila terus berlanjut menyebabkan harga bahan baku dan produk setengah jadi
(semifinished) baja kian mahal sehingga memperlemah daya beli konsumen lokal. Akibatnya, berpotensi menghambat realisasi sejumlah proyek infrastruktur dan properti pemerintah di 2009. selain itu, mendongkrak biaya ekspansi.

Kemudian terkait proyek industri hulu baja yang belum terwujud menyebabkan Indonesia masih akan bergantung besar terhadap impor bahan baku pada tahun depan. Sebab itu, pemerintah menginginkan agar KS segera melaksanakan proyek baja hulu antara KS-Antam di Kalimantan.

Pemerintah juga berharap produsen mencari celah memanfaatkan peluang kelesuan pasar domestik sehingga sektor baja nasional tetap bergerak. Salah satu caranya, menyesuaikan harga produknya dengan harga internasional.

Salah satu produsen produk baja mengakui hal ini. Saat ini, perseroan hanya bisa beroperasi 60% dari total kapasitas. Bahkan sejumlah
perusahaan sejenis yang memproduksi kawat baja ada yang memangkas produksi 50% lebih. Mereka kuatir dengan kondisi tahun depan dan meminta dukungan pemerintah. "Iklim bisnis di tahun depan saya rasa semakin tidak pasti. Pelemahan nilai tukar rupiah tak hanya terhadap dolar AS, tapi terhadap semua mata uang regional," kata Banka, Managing Director PT Ispat Indo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×