kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Adaro dan Arutmin sepakat ubah kontrak


Jumat, 10 Juni 2016 / 12:30 WIB
Adaro dan Arutmin sepakat ubah kontrak


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Perusahaan tambang pemegang Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama mengklaim sudah sepakat dengan enam isu renegosiasi kontrak pertambangan. Hanya, kepastian amandemen kontraknya tinggal menunggu komando dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Misalnya PT Adaro Energy Tbk. Perusahaan ini mengklaim sudah sepakat dengan  enam isu di amandemen kontrak. Enam isu amandemen ini meliputi; Pertama, pengurangan luas wilayah; Kedua, kelanjutan operasi pertambangan dengan berganti menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP); Ketiga, penerimaan royalti dan pajak untuk negara; Keempat, kewajiban pengolahan dan pemurnian.

Kelima, kewajiban divestasi dan terakhir kewajiban penggunaan tenaga kerja, barang dan jasa dalam negeri. "Kami sudah sepakati semua persyaratan dari itu, tinggal tunggu kelanjutannya saja," ungkap Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk (ADRO), Garibaldi Tohir, Rabu (8/6) usai menemui Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.

Malahan Adaro mengaku sudah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Jadi sekarang tergantung Kementerian ESDM saja. Sebetulnya dulu sudah di paraf antara kami dengan Pak Dirjen, kami nunggu aja dari ESDM gimana," ungkapnya.

Sementara, Chief Executive Officer (CEO) PT Arutmin Indonesia Ido Hutabarat mengatakan, dalam renegosasi kontrak karya, pihaknya juga sudah mengajukan beberapa poin, dan sebagian besar sudah disepakati. "Harusnya kami sudah bisa finalisasi," terangnya, Kamis (9/6).

Hanya saja, Ido enggan menyebut poin-poin yang sudah disepakati oleh Arutmin. "Saya lupa poinnya apa saja, tapi ada beberapa seperti prevailing law," tandasnya.

Asal tahu saja, dengan sistem prevailing law ini, nantinya perusahaan tambang harus mengikuti aturan pajak yang berlaku. Artinya, mereka harus patuh jika pada pertengahan kontrak terjadi perubahan tarif pajak berlaku.

Dalam catatan masalah perpajakan inilah yang mengganjal proses renegosiasi kontrak pertambangan. Sebab sebagian besar perusahaan tambang meminta agar tarif pajak tidak berubah ubah atau disepakati dari awal kontrak hingga akhir. Tujuannya agar investor bisa membuat hitungan perencanaan investasi yang matang, agar tingkat pengembalian modal sesuai target.

Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menduga, renegosiasi kontrak ini terkesan lambat lantaran perusahaan PKP2B maupun Kontrak Karya masih wait and see. "Apakah dengan terbitnya revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba) akan merubah enam poin penting dalam renegosiasi kontrak," kata dia.
 
Hanya saja Jurubicara Kementerian ESDM Sujatmiko belum bisa memberikan tanggapan saat ditanya soal perkembangan renegosiasi kontrak pertambangan ini. Sujatmiko belum merespon telepon KONTAN maupun menjawab pertanyaan yang disampaikan melalui pesan pendek.

Sebagai catatan, dari 10 perusahaan PKP2B generasi pertama, baru satu perusahaan yang meneken amandemen, yaitu PT Indominco Mandiri.

Saat ini, ada 73 PKP2B yang beroperasi di Indonesia baik Generasi 1, 2, dan 3. Dari jumlah tersebut, baru 61 yang sudah menyepakati seluruh poin renegosiasi dan meneken nota kesepahaman amendemen kontrak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×