Reporter: Siti Maghfirah | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang terdiri dari Mabes Polri, Kementerian Pertanian (Kementan), dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan penggrebekan pada pabrik PT Indo Beras Unggul di Bekasi, Kamis lalu. Produsen ini diduga menipu konsumen dengan mengemas beras medium bersubsidi dan menjualnya dengan harga premium.
Dalam Paparan Publik Insidentil induk usahanya, PT Tiga Pilar Sejahtera Food, Direktur PT IBU Jo Tjong Seng (Asen) menegaskan, harga yang telah ditetapkan untuk produk beras dari AISA sudah sesuai dengan pasar yang ada.
"Ini bagian dari strategi penjualan. Kami hanya mengikuti mekanisme pasar, dan kompetisi harga juga mengikuti kompetisi pasar," lanjutnya.
Sementara untuk produk beras yang terjual hampir di angka Rp 25.000 per kilogram, Asen mengaku itu merupakan harga yang dibeli konsumen di toko atau outlet. Menurutnya, bisnis perusahaanya tidak berhubungan langsung sampai konsumen akhir. Perusahaan menjual sampai tingkat motra yang langsung berhubungan, sedangkan keputusan harga terakhir di tingkat toko.
Namun demikian, harga yang dikeluarkan dari pabrik AISA ke distributor tetap saja melampau Harga Ecer Tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemendag yaitu Rp 9000. Saat ini harga rata-rata di pasar tradisional atau supermarket adalah Rp 13.700 untuk beras Maknyus dan Rp 20.400 untuk produk Ayam Jago.
Perseroan menjelaskan bahwa ini merupakan imbas pembelian gabah kering yang dari awal memang sudah mahal. Untuk satu kilogram gabah kering, perusahaan membeli seharga Rp 4.900. Sedangkan ketika berubah menjadi beras, menurut Asen, beratnya menjadi hanya 50% atau 500 gram saja.
Itu artinya untuk 1 kilogram beras saja perusahaan membeli dengan harga Rp 9.800. Lalu, ditambah tiga komponen biaya utama, yakni biaya delivery dan marketing, produksi dan pengemasan, dan overhead GA yang totalnya kurang lebih Rp 1.700. Artinya, harga sampai distributor menjadi Rp 11.500.
Sementara totalmargin distributor dengan grosir dan pengecer adalah Rp 13.700 sampai dengan Rp 11.600 atau selisih Rp 2.100. Ini adalah margin yang terbentuk dari mekanisme pasar.
Ia mengaku bahwa harga yang ditetapkan ini melampaui HET. Namun ia berharap para pelaku industri dan pemerintah memberi waktu untuk bisa berdiskusi agar implementasi HET tersebut berjalan selaras dengan pertumbuhan industri.
"Mencari solusi untuk semua stakeholders, semua harus berpartisipasi untuk berbicara. Tidak ada sangkal menyangkal lagi," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News