Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Efek domino dari rendahnya harga batubara mulai menjalar pada kegiatan produksi. Misalnya, PT Gunungbayan Pratamacoal, anak usaha PT Bayan Resources Tbk, menghentikan kontrak jasa pertambangan dengan PT Petrosea Tbk. Sebab, Gunungbayan mengakhiri penambangan di konsesi Muara Tae, Kalimantan Timur.
Sekretaris Perusahaan PT Petrosea Tbk Anto Broto menceritakan, penandatanganan perpanjangan kontrak terakhir untuk konsesi Gunungbayan Pratamacoal adalah 26 Maret 2012. Kontrak ini berlaku hingga 31 Desember 2017. Dalam kontrak itu, Petrosea harus meningkatkan produksi overburden sampai dengan 55 juta bank cubic meter (bcm) per tahun, mulai 2012 hingga 2017 mendatang.
Namun pada Oktober 2012, dengan pertimbangan harga batubara rendah, Gunungbayan meminta Petrosea menurunkan target volume produksi hingga 36 juta bcm per tahun sejak tahun 2013. pengurangan produksi ini hingga harga membaik.
Persoalannya, hingga saat ini harga batubara tidak kunjung naik. Sebagai gambaran, harga batubara per Februari 2015 berdasarkan Harga Batubara Acuan (HBA) yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebesar US$ 62,92 per ton. Ini berarti harga sudah turun 22% dibandingkan dengan dengan HBA pada periode yang sama 2014 yakni US$ 80,44 per ton.
Alhasil, Gunungbayan kembali meminta Petrosea mengurangi produksi batubara di areal konsesi untuk periode Juli sampai dengan Desember 2014. Namun, beberapa bulan kemudian, Gunungbayan memilih menghentikan kontraknya lebih dini. "Pada 3 Maret 2015, Gunungbayan meminta mengakhiri kontrak lebih awal atau early termination untuk pengupasan lapisan tanah (overburden removal)," kata Anto kepada KONTAN, Senin (9/3).
Anto menduga, alasan Gunungbayan mengakhiri kontrak dengan Petrosea karena harga batubara yang terus anjlok ke titik terendah. Alhasil, stripping ratio alias (rasio perantara volume lapisan tanah yang harus digali dengan tonase batubara yang diambil) pada konsesi PT Gunungbayan Pratamacoal tidak sebanding dengan biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan tambang itu.
Sekretaris Perusahaan Bayan Resources Jenny Quantero membenarkan bahwa berakhirnya kontrak dengan Petrosea karena harga batubara terus anjlok. "Jadi tidak ekonomis lagi," ungkap dia.
Apalagi, cadangan batubara yang bisa diambil sebagai akibat penurunan stripping ratio terbatas, sehingga tak sebanding dengan biaya produksi yang tinggi. Sebagai catatan, Gunungbayan Pratamacoal merupakan pemegang konsesi pertambangan jenis Perjanjian Karya Pengusaha Batubara (PKP2B). Areal konsesinya berlokasi di Muara Tae, Kalimantan Timur dengan luas 24.055 hektare (ha).
Ada kontrak lainnya
Meski kontrak jasa tambang antara Petrosea dengan Gunungbayan sudah berakhir, kontrak anak usaha Bayan Resources lainnya yakni PT Indonesia Pratama tetap berjalan. Anto menjelaskan, kontrak Petrosea dan Indonesia Pratama ditandatangani pada 27 Juni 2014 silam untuk pengerjaan pengupasan lapisan tanah atau overburden removal 71,9 juta bcm.
Selain itu, Petrosea juga wajib memproduksi batubara sebanyak 65,5 juta ton selama 7 tahun dan berlaku sejak kuartal IV-2014. Konsesi tambang Indonesia Pratama terletak di Kutai Kertanegara Kalimantan Timur dengan luas konsesi 100 ha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News