Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) khawatir penggunaan asuransi nasional untuk ekspor dan impor batubara akan mengganggu kinerja perdagangan perusahaan. Pasalnya, meski akan berlaku pada 1 Februari 2019, namun hingga kini teknis pelaksanaan aturan tersebut masih simpang siur.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, petunjuk pelaksanaan (Juklak) dari peraturan tersebut belum disosialisasikan dengan detail. Begitu pun mengenai informasi perusahaan asuransi mana saja yang direkomendasikan oleh pemerintah baik pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Kementerian Perdagangan (Kemdag) untuk memberikan layanan marine cargo bagi para eksportir.
Menurut Hendra, sosialisasi baru akan dilakukan pada Selasa (22/1) sore. Padahal, perusahaan memerlukan waktu jika harus ada yang disesuaikan dari pelaksanaan teknis aturan tersebut. Apalagi, para eksportir diwajibkan menggunakan jasa asuransi nasional untuk pelayaran.
Namun ia mengaku eksportir masih kebingungan karena praktik perdagangan ekspor batubara selama ini sebagian besar menggunakan skema free on board (FOB). Artinya, pihak buyer (importir) yang menunjuk atau memilih perusahaan jasa asuransi dan penyedia kapal.
"Khawatir dari importir sudah mengkover tapi di sini ada asuransi juga. Nanti ada additional cost dan double insurance, sementara kalau terjadi sesuatu, klaimnya cuman bisa satu" kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (21/1).
Hendra melanjutkan, hal itu pun semakin diperparah dengan kondisi pasar dan harga batubara saat ini yang mengalami tren negatif selama enam bulan terakhir dan diprediksi akan terus berlanjut pada permulaan tahun ini. Imbasnya, kondisi pasar sekarang ini adalah buyers market, dimana pihak pembeli atau importir dari negara lain memegang posisi tawar yang lebih kuat dibanding perusahaan batubara dari Indonesia yang bertindak sebagai penjual (ekspor).
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 mengatur tentang ketentuan penggunaan angkutan laut dan suransi nasional untuk ekspor dan impor barang tertentu, dalam hal ini meliputi minyak kelapa sawait (Crude Palm Oil/CPO) dan juga batubara. Aturan ini pun kemudian diperbarui pada Juli lalu menjadi Permendag Nomor 80 Tahun 2018.
Dalam peraturan tersebut disebutkan, baik eksportir maupun importir yang melanggar bisa mendapatkan sanksi adminsitratif mulai dari peringatan tertulis, pembekuan perizinan hingga pencabutan perizinan. Hal itu pula yang menjadi kekhawatiran perusahaan. "Nanti kan ada surveyor, kalau lihat di sistemnya nggak ada bukti asuransi nasional, khawatirnya nggak bisa ekspor," sambung Hendra.
Hingga tulisan ini dibuat, Kontan.co.id sudah berusaha menguhubungi pihak Kemdag untuk meminta konfirmasi, namun belum mendapatkan jawaban. Yang jelas, berdasarkan keterangan tertulis dari Kemdag, untuk asuransi nasional akan diimplementasikan pada 1 Februari 2019, sekaligus dengan pelaksanaan pilot project-nya.
Sedangkan, implementasi angkutan laut nasional masih dalam tahap penyusunan petunjuk teknis dan rencana implementasinya adalah 1 Mei 2020 mendatang. Menurut Hendra, mengenai implementasi angkutan laut/pelayaran nasional ini, Juknis dan Juklak, serta sosialiasinya harus dipersiapkan lebih matang dan awal. "Karena ini lebih rumit, jadi hal-hal teknis itu yang harus disusun lebih awal," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News