Sumber: KONTAN | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Tender Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang akan digelar oleh PT PLN (Persero) terancam sepi peminat. Sebab, pengusaha swasta yang tergabung dalam Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) menilai tawaran Harga Patokan Listrik Tertinggi (HPT) PLN terlalu rendah.
Ketua Umum API Suryadarma mengatakan, Harga Patokan Listrik (HPT) seharusnya tidak dipatok secara kaku tetapi berupa kisaran batas minimal dan maksimal. Soalnya, "Kondisi masing-masing wilayah kerja di daerah berbeda sehingga harga pembelian listriknya juga seharusnya berbeda," katanya, Senin (12/11).
Sebelumnya, PLN menawarkan HPT baru sebesar US$ 0,086 per kilowatt hours (kWH), meningkat dari tawaran sebelumnya yang US$ 0,076 per kWH. HPT merupakan acuan rata-rata harga pembelian listrik oleh PLN.
Penentuan HPT penting karena para pengelola pembangkit swasta alias independent power producer (IPP) kelak harus menjual listriknya ke PLN sesuai HPT tersebut.
Suryadarma mengungkapkan, HPT yang rendah memang menjadi alasan utama keengganan investor swasta untuk ikut tender PLTP. Padahal, PLTP merupakan bagian penting dari program 10.000 Megawatt (MW) tahap II.
Dalam megaproyek tersebut, porsi PLTP mencapai 4.733 MW. Dari jumlah itu, 2.137 MW akan dialokasikan untuk sistem Jawa-Bali dan untuk luar Jawa 2.596 MW.
Seharusnya, menurut Suryadarma, Pemerintah memberikan perhatian terhadap harga listrik karena hal ini menjadi komponen penting untuk memikat investor swasta. Ia mencontohkan, untuk daerah luar Jawa yang kondisi infrastrukturnya kurang baik atau masih tertinggal, HPT yang layak adalah di atas US$ 0,096 per kWH.
Hingga kemarin, PLN belum menanggapi protes pengusaha ini. Namun, Bambang Praptono, Direktur Teknologi dan Operasi PLN sebelumnya mengatakan, HPT listrik panas bumi ini itu masih menunggu Peraturan Presiden (Perpres).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News