kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aprindo berharap mall dan peritel modern tak ikut ditutup saat PSBB, ini alasannya


Kamis, 10 September 2020 / 21:59 WIB
Aprindo berharap mall dan peritel modern tak ikut ditutup saat PSBB, ini alasannya
ILUSTRASI. Roy N. Mandey, Ketua Umum Aprindo Tahun Politik, Aprindo Berharap Pertumbuhan Ritel Capai Dobel Digit.foto/KONTAN/maizal walfajri


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey berharap, agar mall/pusat perbelanjaan dan peritel modern yang ada di dalamnya tidak ikut terkena penutupan saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali diberlakukan di DKI Jakarta.

Menurut Roy, ada tiga tiga alasan Aprindo agar pemerintah tidak menutup mal/pusat perbelanjaan. Pertama, mall dan peritel modern khususnya yang ada di dalam pusat perbelanjaan sudah melakukan protokol kesehatan semenjak dibuka kembali.

"Bahkan masuk mall kan juga ada protokolnya," kata Roy saat dihubungi Kontan.co.id pada Kamis (10/9).

Kedua, Roy menjelaskan bahwa pusat perbelanjaan/mall dan ritel modern bukan menjadi klaster baru dalam penyebaran virus corona (Covid-19). Ketiga, mall dan peritel modern merupakan tempat konsumsi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hal itu disebutnya sejalan dengan rencana pemerintah yang ingin mendorong perekonomian melalui sektor konsumsi.

Baca Juga: Pemberlakuan Kembali Kebijakan Jam Malam Menekan Bisnis Ritel

"Mall dan peritel modern itu adalah tempat konsumsi. Dimana saat kita membutuhkan peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui konsumsi berarti kalau ditutup kan konsumsinya terdampak," jelas Roy.

Roy berharap ada kebijakan yang tetap mengizinkan mall dan ritel modern untuk tetap dibuka meski nantinya PSBB kembali diberlakukan di Jakarta. 

Ia juga menyebut bahwa para pelaku usaha ritel siap untuk berkomitmen terus menjalankan protokol kesehatan, bahkan mempersilahkan pemerintah dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta untuk mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan di sektor ritel modern.

"Mall dan ritel itu kan tempat masyarakat dapatkan kebutuhan pokoknya atau sehari-hari jadi kita berharap enggak digeneralisasikan seperti sektor lain atau hal lain yang akan diketatkan PSBB-nya. Justru kita diberikan keluwesan proteksi untuk tetap beroperasi itu harapan kita, sambil silahkan kita diawasi perihal pelaksanaan protokol kesehatan," ungkap Roy.

Roy mengungkapkan, pada bulan Juli hingga Agustus lalu sudah mulai nampak peningkatan sektor industri ritel. Meski masih minus, namun tren positif dari industri ritel sudah mulai terlihat.

"Survei penjualan eceran dari Bank Indonesia dimana indeks penjualan riil bulan Juli itu adalah -17,3% kemudian di bulan Agustus itu minus -12,1%. Tapi dari 17% ke 12% walaupun minus itu kan tetap ada pertumbuhan ada kenaikan positif kan berarti naik. Sudah terlihat pertumbuhan di ritel ini," jelasnya.

Secara keseluruhan industri ritel tumbuh 10%, mulai dari fesyen, makanan, minuman, hingga mobil dan kendaraan bermotor. Kenaikan positif tersebut menurut Roy berkat bantuan tunai dari pemerintah yang pada akhirnya membuat konsumsi masyarakat meningkat.

Namun diakuinya pada akhir Agustus lalu, industri ritel memang mengalami sedikit penurunan lantaran lonjakan kasus positif Covid-19.

Baca Juga: Depok terapkan jam malam, Aprindo berharap ritel konsumsi tetap beroperasi normal

"Bulan Juli khusus ritel modern sudah tumbuh sampai 10%, itu kan baik tapi karena akhir Agustus kemarin meningkat lagi kan yang kena covid ya udah masyarakat nahan belanja lagi. kenaikan positif itu karena adanya realisasi bantuan tunai dari pemerintah," ujarnya.

Adapun pada April 2020 lalu saat PSBB pertama kali dimulai, sektor ritel modern menurut Roy alami penurunan omzet hingga 60% dari penjualan normal.

"Nilainya, anggaplah tahun lalu Rp 260 triliun dibagi 12 bulan berarti sebulan sekitar Rp 25 triliun lah per bulan kemudian kalau pupus 60% berarti cuman berapa kita pendapatan omzet sebulan. Saat normal bisa Rp 25 triliun sebulan tapi sekarang jadi sekitar Rp 10 triliun kan ya jauh sekali," tutur Roy.

Selanjutnya: Begini pengaturan kunjungan di ritel modern menurut Aprindo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×