Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Organisasi lingkungan, Auriga Nusantara mendesak pemerintah segera mencabut seluruh izin tambang nikel di Raja Ampat.
Hasil laporan Auriga menunjukkan, konsesi tambang nikel seluas lebih dari 22.000 itu mengancam 2.470 hektare terumbu karang, 7.200 hektare hutan alam, serta mata pencaharian lebih dari 64.000 penduduk di kabupaten dengan luas wilayah 3,66 juta hektare.
“Tambang di Geopark Raja Ampat tidak hanya merusak ekosistem, tapi juga menghancurkan tumpuan ekonomi masyarakat,” ujar Farid, peneliti Auriga, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Farid menyebut, meski pemerintah mengumumkan pencabutan empat izin tambang pada Juni 2025 lalu, hingga kini tidak ada publikasi resmi berupa surat keputusan.
Baca Juga: PT Gag Nikel di Raja Ampat Kembali Beroperasi, Prabowo Perintahkan Pengawasan Ketat
“Tidak terlihat pula rencana pemulihan lingkungan atas kerusakan yang sudah terjadi. Bahkan izin tambang di Pulau Gag, yang dikeluarkan dari UNESCO Global Geopark, per 3 September 2025 masih terus beroperasi,” jelas Farid.
Hasil pemantauan Auriga di lapangan menemukan kerusakan karang di berbagai titik.
Di Pulau Batang Pele, karang sudah patah meski aktivitas baru sebatas eksplorasi. Di Pulau Manuran, tambang menyebabkan sedimentasi, pemutihan karang, dan berkurangnya populasi ikan.
Bahkan di Pulau Wegeo, meski tambang berhenti beroperasi sejak 2013, kerusakan karang masih terlihat jelas lebih dari 10 tahun kemudian.
Baca Juga: Selain Rusak Alam, Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat Diduga Langgar Aturan Ini
Sementara itu, nelayan tradisional melaporkan hasil tangkapan menurun akibat kebisingan dan getaran tambang.
Hal ini memperburuk kondisi ekonomi masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup dari laut, sementara pariwisata yang menjadi sumber pendapatan utama juga terdampak.
Auriga menilai pemerintah terlalu mengutamakan pemasukan jangka pendek dari tambang tanpa mempertimbangkan kerugian jangka panjang.
Padahal, berdasarkan perhitungan sebelumnya, hingga 2030 nilai ekonomi Raja Ampat diperkirakan bisa mencapai Rp 540 triliun.
“Hitungan itu dibuat pada 2018, artinya kalau dihitung ulang sekarang angkanya bisa lebih tinggi. Ini potensi ekonomi yang berdampak jangka panjang, sehingga perlu diperhitungkan kembali,” ujar Farid.
Karena itu, Auriga menyerukan agar pemerintah menetapkan Raja Ampat sebagai No-Go Zone tambang nikel, mencabut seluruh izin tambang termasuk di luar Geopark, serta memulihkan ekosistem darat dan laut.
Selain itu, pemerintah diminta menegakkan prinsip Polluter Pays agar perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan, serta mengalihkan investasi ke sektor berkelanjutan seperti ekowisata, konservasi, dan restorasi.
Baca Juga: Puan Puji Prabowo Cabut Izin Tambang di Raja Ampat
Selanjutnya: Gempa Magnitudo 5,7 SR Guncang Banyuwangi, BMKG Sebut Tak Berpotensi Tsunami
Menarik Dibaca: 13 Bahaya Terlalu Banyak Makan Gula bagi Tubuh, Cek di Sini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News