Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengawas Hilir Migas (BPH Migas) berencana untuk melaksanakan inspeksi mendadak (sidak) yang bertajuk Operasi Patuh Penyalur (OPP). OPP ini dilakukan karena banyaknya aduan masyarakat yang diterima oleh BPH Migas.
Laporan masyarakat tersebut meliputi volume atau ukuran tera dispenser yang tidak sesuai sehingga dapat merugikan masyrakat. Ada juga mengenai legalitas SPBU yang belum memiliki Surat Keterangan Penyalur (SKP) namun sudah mulai beroperasi.
"Ada beberapa hal, pertama laporan dari masyarakat mengenai lembaga penyalur yang memang dapat merugikan masyarakat dalam penyaluran volume atau ukuran dari dispensernya, laporan masuk ke kami. Ini menyangkut legalitas, beberapa minggu lalu ada pembangunan SPBU yang ternyata izinnya sedang diurus tapi SPBU-nya sudah jadi, ini fokus kami untuk kami melakukan pengawasan langsung ke SPBU," jelas Anggota Komite BPH Migas, Muhammad Ibnu Fajar dalam konferensi pers pada Kamis (5/10).
Demi melancarkan kegiatan ini, BPH Migas pun berkordinasi dengan instansi dan lembaga, seperti Metrologi dari Kementerian Perdagangan, Direktorat Jenderal Migas, dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim). Kegiatan OPP sendiri akan dilakukan secara bertahap.
Dalam tahap pertama, BPH Migas akan melakukan OPP di wilayah Jabodetabek dan Jawa Barat yang dimulai pada Oktober 2017. Tahap kedua akan menyasar wilayah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T) terkait dengan Program BBM 1 harga di seluruh wilayah Indonesia yang akan dimulai pada November dan Desember 2017.
Tahap terakhir adalah OPP diseluruh wilayah Indonesia pada 2018 yang dilakukan dengan sistem uji petik. Sistem uji petik dilakukan karena jumlah SPBU seluruh Indonesia yang mencapai 7.680 SPBU.
"Kami lakukan random, tahap awal November - Desember dilakukan sekitar 4-5 lokasi, skala nasional ada ribuan SPBU yang tidak bisa kami lakukan satu persatu dan itu akan kami lakukan berdasarkan uji petik dan berdasarkan laporan masyarakat. Ada laporan pengaduan, itu basis kami untuk melakukan tindakan pengawasan,"kata Ibnu.
Jika ditemui pelanggaran dari swgi volume atau twra dispenser, maka badan usaha pengelola SPBU akan dikenai sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981. Sanksi tersebut berupa penyegelan atau denda Rp 1 miliar.
Sementara itu jika pengelola SPBU melakukan penyalahgunaan distribusi BBM subsidi, maka terancam hukuman seperti tertuang dalam Undang-Undang Migas yaotu penjara 6 tahun dan bisa dikenai denda Rp 6 miliar. Untuk pelanggaran BBM non subsidi akan dikenai hukuman 4 tahun dan denda Rp 40 miliar.
Awasi Program BBM Satu Harga
Selain menindaklanjuti pengaduan masyarakat terhadap operasi SPBU, BPH Migas juga menaruh perhatian khusus terhadap pelaksanaan Program BBM Satu Harga. Apalagi menurut Ibnu, dalam melaksanakan program BBM Satu harga terdapat banyak kendala.
Namun kendala yang ada bisa diatasi sehingga harga di 25 SPBU dalam Program BBM bisa tetap sama seperti di Pulau Jawa. Saat ini harga untuk premium di wilayah Jawa dan 25 SPBU Program BBM Satu Harga sebesar Rp 6.450 per liter dan harga solar Rp 5.150 per liter.
Ke depannya pemerintah akan meresmikan 54 lokasi di 2017. Totalnya akan diresmikan sebanyak 154 lokasi secara bertahap sampai 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News