Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memprediksi akan adanya ancaman krisis pangan karena pandemi Covid-19. Dalam prediksi tersebut, FAO juga menyatakan apabila negara tidak melakukan antisipasi, krisis pangan akan dirasakan warganya.
Merespons hal ini, pemerintah segera bergerak dengan berbagai program. Menurut Kabiro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian, Kuntoro Boga menyebut, salah satu agenda yaitu stabilisasi harga pangan, fasilitasi pembiayaan petani melalui KUR dan asuransi pertanian, serta memperluas akses pasar.
Sementara itu dalam upaya ketahanan pangan pemerintah memiliki empat kebijakan, yang dinamai Cara Bertindak. "Cara Bertindak pertama yaitu peningkatan kapasitas produksi pengembangan lahan rawa di Kalimantan Tengah seluas 85.456 hektare untuk intensifikasi dan 79.142 hektare untuk ekstensifikasi," ucap Kuntoro dalam keterangannya, Senin (19/10).
Baca Juga: Jawa Timur kini jadi lumbung padi terbesar Indonesia tahun ini
Selain untuk pertanian padi, perluasan areal tanam baru juga difokuskan untuk menanam jagung, bawang merah, dan cabai di daerah defisit, serta peningkatan gula, daging sapi, dan bawang putih untuk mengurangi impor. Cara bertindak kedua yaitu diversifikasi pangan lokal, dengan memanfaatkan pangan ubi kayu, jagung, sagu, pisang, kentang dan sorgum, serta pemanfaatan lahan pekarangan dan marjinal melalui program pangan lestari.
Cara bertindak ketiga yaitu penguatan cadangan logistik dan sistem logistik pangan. Langkah ini, kata dia, dengan pengembangan Lembar Persiapan Menyuluh berbasis daerah. "Adapun cara bertindak keempat yaitu pengembangan pertanian modern. Cara ini dilakukan dengan pengembangan smart farming, pemanfaatan screen house, food estate, dan korporasi petani," ucap dia.
Mengenai food estate yang disiapkan, Kuntoro mengatakan, saat ini Kementerian Pertanian menargetkan 10 ribu hektare areal luas tanam di Kalimantan Tengah. "Tapi baru 7 ribu hektare yang tertanami Indonesia. Program ketahanan pangan ini, menggunakan lahan rawa mineral dan sebagian lahan aluvial, bukan lahan gambut," ucap dia.
Selain program food estate, dia juga menyarankan pengembangan pangan berbasis sumber daya lokal. Sebab, kata dia, budidaya ini lebih optimal dengan perhitungan penggunaan air dan lahan. "Ubi kayu seluas 1 hektare bisa menghasilkan 100 ton, kentang bisa menghasilkan 80 ton, padi di lahan seluas 1 hektare bisa menghasilkan 5-6 ton padi," ucap dia.
Baca Juga: Pemerintah tawarkan insentif jumbo untuk kegiatan penelitian dan pengembangan
Sementara itu, Deputi Edukasi, Sosialisasi, Parsitipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (ESPK-BRG) Myrna A Safitri, mengatakan, ketahanan pangan telah menjadi perbincangan di lembaganya sejak dibentuknya program Desa Peduli Gambut pada 2017. "Penting upaya mendukung ketahanan pangan dengan scaling up dari revitalisasi ekonomi bersama kelompok masyarakat," kata Myrna.
Bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, lembaganya mengatakan mengembangkan 14 lokasi kawasan pedesaan. Pembangunan ketahanan pangan ini harus dikerjakan berkelanjutan dengan membangun kerja sama antardesa. "Ada desa yang berfungsi sebagai pusat dan sebagai pendukungnya. Ini ditempatkan dalam jalur distribusi," ucap dia.
Myrna menyebut, ketahanan pangan berbasis kawasan perlu kehati-hatian. Terutama di kawasan lahan gambut yang terdegradasi. "Oleh karena itu penggunaan pengolahan lahan pertanian tanpa bakar yang dikembangkan melalui sekolah lapang petani gambut," kata dia.
Selanjutnya: Ini 11 kegiatan Litbang yang dapat insentif pengurangan penghasilan bruto hingga 300%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News