Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah tak gentar menghadapi tuntutan arbitrase PT Newmont Nusa Tenggara (NTT). Meski dalam kontrak karya pertambangan menyebutkan kalau larangan ekspor bertentangan dengan kontrak karya, toh perjanjian ini masih di bawah Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Alhasil, Kementerian ESDM tetap akan melarang PT Newmont Nusa Tenggara mengekspor konsentrat sampai perusahaan berbasis di Amerika itu membangun smelter.
Dede I Suhendra, Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM menegaskan, meskipun larangan ekspor konsentrat tidak diatur dalam kontrak karya, namun kewajiban pemurnian mineral merupakan amanat UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Dengan begitu, seluruh pemilik kontrak karya (KK) harus memenuhi aturan tersebut.
Dede menyatakan, kewajiban hilirisasi mineral masih dalam lingkup pembahasan renegosiasi yang terus didiskusikan, sehingga tidak sepatutnya Newmont membawanya ke arbitrase. "Siapa yang mau menabrak UU Minerba, ekspor itu kan sudah di atur di sana," jelas dia, Rabu (2/7).
Untuk itu, agar sama-sama untung, maka pemerintah melakukan renegosiasi pertambangan, tentu saja di dalamnya akan memberikan kemudahan bagi Newmont yang seharusnya tidak boleh lagi melakukan ekspor konsentrat sejak 12 Januari 2014 menjadi tahun 2017 mendatang.
Kompensasi dari dengan memolehkan ekspor konsentrat menjadi 2017. Selain itu juga dibarengi syarat membayar bea keluar 20% sampai 60% sampai tahun 2017.
Selain itu perusahaan pertambangan harus bersedia membangun smelter, menaikkan royalti, dan mengurangi lahan. Tapi belakangan, pemerintah juga melunak dan akan merevisi besaran bea keluar menjadi di bawah 10%.
Tak ada dasar hukum
Pengamat Pertambangan Simon Sembiring menilai, kontrak karya yang dipegang PT Newmont Nusa Tenggara sudah tidak memiliki dasar hukumnya lagi.
Sebab, payung hukumnya berupa UU Nomor 11/1967 tentang Ketentuan–Ketentuan Pokok Pertambangan sudah digantikan dengan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba.UU Minerba sudah mengamanatkan peralihan kontrak ke rezim perizinan untuk perusahaan pemegang KK dengan menyesuaikan isi kontraknya dalam tempo satu tahun.
"Pemerintah tidak perlu takut, dasar hukum KK sudah tidak ada setelah lahirnya UU Minerba. Bahkan, Newmont termasuk yang bandel tidak mau menyesuaikan isi kontraknya," terang mantan Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM itu.
Selain itu, dalam KK juga mengatur satu klausul yang memberi ruang bagi para pihak yang berkepentingan agar bisa duduk bersama untuk mengamandemen isi kontrak. Pemerintah selaku pelaksana UU Minerba wajib untuk meminta perusahaan menyesuaikan isi kontraknya.
Selain itu, mengenai kegiatan ekspor, KK memang menyebutkan kebolehan perusahaan memasarkan konsentrat ke luar negeri. Namun, di satu sisi, ada pasal lain yang juga membolehkan pemerintah untuk melarang kegiatan ekspor demi kepentingan nasional. "Sedangkan UU Minerba mewajibkan kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri," ujar dia.
Alhasil, upaya PT Newmont Nusa Tenggara menganggap aturan hilirisasi mineral berupa pengenaan bea keluar dan larangan ekspor konsentrat mulai 2017 bertentangan dengan isi kontrak karya adalah hal yang tak lagi masuk akal.
Untuk itu, kata Simon, pemerintah tak perlu takut menghadapi gugatam Newmont dan induk perusahaan Nusa Tenggara Partnership B.V. (NTPBV) yang memiliki izin usaha di Belanda di arbitrase ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News