kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Biar kontribusi korporat dan ritel seimbang


Jumat, 02 September 2016 / 17:49 WIB
Biar kontribusi korporat dan ritel seimbang


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan

Jalan-jalan jadi kesukaan banyak orang, tak terkecuali Dewi Novianti. Selain melancong sendiri bersama keluarga, perempuan 39 tahun ini juga ikut paket tur yang ditawarkan biro perjalanan.

Enggak pakai ribet menjadi salah satu alasan ibu satu anak ini mengambil paket wisata ke Bali tahun lalu. “Tinggal duduk manis, enggak repot-repot lagi cari tiket pesawat, hotel, dan transportasi. Sudah begitu biayanya murah lagi,” kata Dewi yang akhir bulan lalu ikut paket tur ke sejumlah pulau di Kepulauan Seribu.

Dan, yang enggak mau repot dalam pelesiran bukan cuma Dewi doang. Tak heran, gerai kemitraan atau waralaba tour and travel dan agen perjalanan online yang menawarkan paket-paket wisata menjamur.

Tambah lagi, banyak destinasi wisata baru dan lagi hits di negara kita dan negara lain.

PT Smailing Tours and Travel Service tak mau ketinggalan. Meski terbilang terlambat, pemain lama di industri pariwisata ini berencana menawarkan waralaba agen perjalanan.

“Kami launching bulan ini, bertepatan dengan ulang tahun kami yang ke-40,” kata Putu Ayu Aristyadewi, Group Vice President Marketing and Communication Smailing Tours.

Tawaran waralaba tour and travel itu jadi bagian dari rencana Smailing Tours mendongkrak kontribusi segmen ritel terhadap pendapatan perusahaan.

Selama ini income terbesar perusahaan yang berdiri tahun 1976 tersebut berasal dari segmen korporasi, mencapai 60%. Sisanya dari ritel. Putu bilang, ke depan kontribusi segmen korporasi dan ritel bisa berimbang, sama-sama 50%.

Meski tak sedikit gerai kemitraan atau waralaba agen perjalanan yang tutup, itu tak menciutkan nyali Smailing Tours. Maklum, sebelum memutuskan terjun ke bisnis franchise tour and travel, mereka mempelajari dulu faktor-faktor yang membuat kemitraan atau waralaba tersebut tidak berhasil.

Hasilnya, menurut Putu, ada tiga penyebab kegagalan dalam bisnis kemitraan atau waralaba tour and travel: tawaran kerjasama, besaran fee kemitraan atau waralaba, dan manfaat yang didapat oleh mitra atawa terwaralaba. “Kami belajar dari ketidakberhasilan itu kemudian kami perbaiki,” ujarnya.

Dan, walau bisnis biro perjalanan ritel online makin marak, itu juga tak menyurutkan layar Smailing Tours berkembang.

Soalnya, Putu menegaskan, ada sisi bisnis tour and travel yang masih tak bisa tergantikan oleh sistem online, yakni jasa konsultan untuk menjelaskan mengenai konsep perjalanan yang tengah tawarkan. Selama ini ketika memilih paket tur konsumen cenderung lebih suka bertatap muka langsung.

Sayang, Putu belum mau blak-blakan soal skema kerjasama waralaba yang ditawarkan Smailing Tours. Yang jelas, nilai investasinya cukup terjangkau bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). “Nanti kami buka semua saat peluncuran bulan depan,” kilah dia.

Keunikan pasar

Meski begitu, Putu mengungkapkan, bagi yang tertarik jadi terwaralaba agen Smailing Tours, mereka kelak boleh mengusung nama sendiri sebagai merek dagang gerainya.

Tapi, tetap ada embel-embel Smailing Tours. Misalnya, di bawah nama gerai ada tulisan: Member of Smailing Tours.

Lalu, fokus gerai tour and travel milik franchisee di tiap kota berbeda. Perbedaan ini mengacu kepada kebutuhan wisata atau segmen market di daerah tersebut.

Contoh, gerai di Batam kalau perlu tidak usah menjual paket wisata ke Singapura. Sebab, dengan mudah atau mereka sering pelesiran ke negeri merlion.

Gerai yang ada di kota-kota yang tidak sebesar Jakarta atau Surabaya mungkin tak jor-joran menjual paket wisata yang jauh-jauh, seperti ke Eropa serta Amerika.

Contoh lain, untuk gerai di Bandung juga mesti fokus menawarkan paket wisata yang sesuai dengan keinginan konsumen atau customized. Soalnya, pasar di kota kembang kebanyakan anak muda.

Jadi, konsumen bisa datang ke gerai untuk menyusun sendiri liburan yang mereka inginkan sesuai anggarannya. “Setiap kota punya keunikan pasar,” ucap Putu.

Buat Smiling Tours, bisnis waralaba tour and travel bukan cuma bisa mendongrak pendapatan dari segmen ritel, juga berefek ke pengembangan bisnis perusahaan. “Lebih dari itu, value atau nilai perusahaan bertambah karena kami menjangkau Indonesia lebih luas lagi lewat gerai-gerai milik terwaralaba,” tambah Putu.

Tapi, bisnis baru ini tak sekedar bertujuan mendongkrak kinerja Smailing Tours. Putu menambahkan, dengan menawarkan waralaba tour and travel, perusahaannya juga ingin mengedukasi sekaligus mendukung UKM yang ingin membuka usaha agen perjalanan.

Meski ada bisnis waralaba, bukan berarti Smailing Tours tidak menambah kantor cabang untuk memperluas jaringan. Hanya, mereka akan membuka cabang di pusat-pusat belanja atau mal saja.

“Fokusnya sebagai event space, tempat orang bisa kumpul. Kami akan mengundang travel blogger, misalnya, untuk berbagi kisah perjalanan mereka,” ungkap Putu. Dengan begitu, orang akan tertarik untuk berwisata.

Juga untuk mendongkrak segmen ritel, akhir Juni lalu Smailing Tours merilis Smailing Tour’s Bali Ticketing and Outbound Centre. Peluncuran kantor ini seiring peningkatan turis domestik dan asing dalam melakukan perjalanan dari Bali ke berbagai kota tujuan di Indonesia serta luar negeri.

Smailing Academy

Tentu, Smailing Tours tetap menggarap serius segmen korporat. Tambah lagi, ada potensi pasar ritel di situ.

Selama ini, Putu menjelaskan, perusahaannya mendapatkan kontrak dari korporasi untuk merancang perjalanan dinas sesuai anggaran mereka. “Kami mengelola bujet untuk biaya perjalanan dinas setahun mencakup tiket pesawat, hotel, dan transportasi selama dinas di daerah atau negara tujuan,” ujar dia.

Jumlah perusahaan yang menjadi klien Smailing Tours mencapai 700 korporasi, baik nasional maupun asing. “Segmen korporat adalah bisnis yang lebih tahan terhadap pergerakan kurs,” kata Putu.

Cuma, Putu menambahkan, pemasukan dari segmen korporat sebagian besar masih dari perjalanan dinas. Kontribusi dari paket wisata masih kecil.

Dus, Smailing Tour lebih gencar lagi menawarkan paket-paket tur ke korporasi-korporasi, baik untuk keperluan perusahaan ataupun pribadi karyawan.

Paket wisata untuk karyawan perorangan ini jadi pasar ritel. Mungkin saja, Putu bilang, sambil melakukan perjalanan dinas mereka sekalian liburan membawa keluarga. “Potensi ini belum digarap dengan maksimal oleh kami,” ujar dia.

Selain mengerek kontribusi segmen ritel, lewat semua strategi tersebut Smailing Tours juga ingin meningkatkan pemasukan dari penjualan paket wisata. Sampai sekarang sumbangan penjualan paling besar masih dari tiket pesawat.

Itu berarti, kegiatan transaksi bisnis yang paling dominan di Smailing Tours adalah pemesanan tiket, termasuk dari kalangan korporasi. Putu mengklaim, perusahaannya rata-rata melego sekitar 5.000 tiket per hari, baik tujuan domestik maupun internasional.

Penjualan tiket lebih banyak dari maskapai premium, semacam Singapore Airlines, Garuda Indonesia, serta Etihad Airways.

Lewat serangkaian aksi bisnis ini, Smailing Tours memasang target pertumbuhan bisnisnya tahun ini bisa terjaga di kisaran 20%. “Biasanya tercapai,” kata Putu tanpa mau mengungkapkan angka rupiahnya.

Dan, dengan berbagai ekspansi itu, tentu Smailing Tours membutuhkan sumberdaya manusia yang handal. Untuk memenuhi kebutuhan ini, mereka berencana mendirikan Smailing Academy. “Akademi ini juga untuk menciptakan tenaga terampil bukan hanya untuk Smailing Tours,” ujarnya.

Sayang, Putu belum mau berbagai waktu pendirian Smailing Academy. Yang jelas, untuk tahap awal akademi ini menyediakan kursus singkat atau short course bersertifikasi.

Potensi menjaring Dewi dan travelers lain masih besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×