Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Kendati kado awal tahun dari pemerintah untuk kalangan industri sudah dibuka, namun rupanya pengusaha tetap sulit untuk sumringah. Sebab, hadiah berupa penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) serta penyesuaian tarif listrik masih belum sesuai harapan.
Ade Sudrajat Usman, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia mengatakan, penurunan bahan baku energi masih belum cukup berarti untuk menggairahkan industri yang sedang terguncang dampak perlambatan ekonomi. "Kalau tarif listrik cuma turun Rp 100 perak itu kan sama cuma berapa sen dollar, jadi tidak ada arti," kata dia ke KONTAN, Kamis (7/1).
Asal tahu saja, per awal Januari, PT PLN mengumumkan penurunan tarif listrik untuk industri skala menengah dari Rp 1.104,73/kWh menjadi Rp 1.007,15/kWh, serta industri skala besar dari Rp 1.059,99/kWh menjadi Rp 970,35/kWh. Harga BBM jenis solar non subsidi juga telah turun dari Rp 8.300 per liter menjadi Rp 8.050 per liter mulai 5 Januari lalu.
Ade tidak puas lantaran penurunan harga bahan baku energi tersebut turun hanya mempertimbangkan penurunan harga minyak mentah dunia serta nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
"Harusnya basisnya juga daya saing dengan negara lain, Indonesia kan tarif listriknya sekitar US$ 0,12 plus pajak pertambahan nilai (PPN), sedangkan negara lain seperti Korea Selatan dan Vietnam hanya sekitar US$ 0,06 plus PPN," jelas dia.
Adhi S Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) juga mengatakan, sejauh ini pemerintah masih kurang transparan dalam menjelaskan formula penurunan harga energi.
"Kami ingin transparansi yang lebih terbuka, karena komponen listrik tidak hanya biaya BBM, ada batubara, gas, semua komoditas kini ini kan harganya turun semua," kata dia.
Meski demikian, ia bilang, penurunan energi akan cukup membantu pengusaha untuk mengurangi beban produksi sehingga dapat mengibangi kenaikan biaya upah pekerja. Menurut Adhi, pihaknya berharap penurunan biaya energi yang berlaku untuk masyarakat bisa mendorong daya beli sehingga memperkuat pasar domestik dan industri lokal.
Namun, terkait seberapa besar penurunan beban produksi, pengusaha belum bisa menghitung mengingat penurunan BBM baru saja berlaku pekan ini serta pembayaran listrik baru akan ditunaikan akhir bulan. "Kami berharap, ini bisa menahan kenaikan harga jual industri yang tidak terlalu besar, sehingga akan positif pada daya beli masyrakat. Tapi, pengaruhnya kami belum bisa menghitung," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News