Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Rencana PT Krakatau Steel (Persero) Tbk membangun pabrik peleburan baja tanur tinggi atau blast furnace nampaknya bakal berjalan mulus. Perusahaan pelat merah ini baru saja mengantongi pinjaman sindikasi senilai US$ 200 juta untuk membiayai pembangunan pabrik tersebut.
Dana segar didapat dari Sinosure, agen kredit ekspor dari Cina. Manajemen Krakatau Steel dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang dirilis Kamis (23/8) menjelaskan, sindikasi itu terdiri dari China Development Bank Corporation (CDB) yang mengucurkan pinjaman senilai US$ 80 juta, lalu Industrial and Commercial Bank of China Limited (ICBC) sebesar US$ 80 juta, dan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC) US$ 40 juta.
Adapun, jangka waktu pelunasan pinjaman itu selama delapan tahun.
Rencananya, perseroan akan menggunakan dana itu untuk membiayai pembangunan pabrik blast furnace berkapasitas 1,2 juta ton hot metal per tahun, di Cilegon, Banten.
Selain pabrik blast furnace, proyek juga meliputi pabrik sintering dan pabrik coke oven berkapasitas produksi masing-masing 1,78 juta ton/tahun dan 500.000 ton/tahun. Pabrik sintering akan memasok bahan baku untuk pabrik blast furnace, sedangkan pabrik coke oven memasok bahan bakar.
Keseluruhan proyek diperkirakan akan menelan investasi US$ 621,81 juta. Perseroan hanya merogoh sekitar 28% dari kocek sendiri, sisanya ditambal dari pinjaman bank. "Proyek ini sudah fully funded. Kami tidak mencari pendanaan lain," sebut Manajer Komunikasi Perusahaan Krakatau Steel Wisnu Kuncoro, Jumat (24/8).
Perusahaan telah memulai groundbreaking pabrik blast furnace pada 9 Juli. Wisnu bilang, saat ini proyek sudah masuk tahap soil testing oleh PT Krakatau Engineering (PTKE), serta desain yang dilakukan Capital Engineering and Research Incorporation Limited (MCC-CERI).
Dia optimis, pembangunan pabrik rampung sesuai target, kuartal III-2015. Setelah pabrik beroperasi, perusahaan berharap bisa mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan mengantisipasi kelangkaan gas alam yang harganya juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Pasalnya, pabrik blast furnace bisa menerima jenis pellet yang lebih beragam, dan memungkinkan penggunaan bahan baku lokal berupa iron ore dan cooking coal. Sehingga, ketergantungan bahan baku impor, scrap, sponge, dan pig iron otomatis berkurang.
Hingga semester I-2012, laba bersih perusahaan jeblok menjadi Rp 105,84 miliar, dari Rp 1,37 triliun di periode yang sama 2011. Kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga jual ditengarai menyebabkan laba anjlok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News