Reporter: Benediktus Krisna Yogatama, David Oliver Purba, Dityasa H Forddanta, Francisca Bertha Vistika | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pengusaha ketar-ketir menghadapi kenaikan tarif listrik mulai Mei 2015. Kenaikan tarif listrik ini pun ibarat bogem mentah di saat pebisnis sedang sempoyongan karena dihajar berbagai impitan beban. Sebut saja pelemahan daya beli, dampak negatif kenaikan harga bahan bakar minyak, ragam aturan hingga tekanan kurs (lihat infografik).
Salah satu sektor usaha yang menjerit adalah industri tekstil. Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyatakan, kenaikan tarif listrik ini akan mengurangi daya saing industri manufaktur Indonesia. "Ini jadi lampu kuning bagi industri di Indonesia," kata Ade kepada KONTAN, Senin (4/5).
Dalam catatan Ade, sepanjang Januari-Maret 2015 terdapat 1,6 juta spindle benang yang berhenti berproduksi. Ini terjadi karena dampak dari kenaikan tarif listrik tahun lalu. Banyak industri pemintalan benang menaikkan harga sehingga kalah bersaing. "Saat harga jual produk naik, benang impor China akan datang," kata Ade.
Tekanan yang sama juga dirasakan industri elektronik. Akibatnya mereka harus mendongkrak harga jual, dengan risiko barangnya makin tak laku. "April lalu kami baru menaikkan harga, kemungkinan harga akan naik lagi sekitar 1%-3% pada Juli," kata Santo Kadarusman, Public Relations and Marketing Event Manager PT Hartono Istana Teknologi, produsen elektronik merek Polytron.
Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat, menyesalkan kenaikan tarif listrik ini. "Saat daya beli masyarakat turun, justru ditambah kenaikan tarif listrik," kata Syarif.
Ia mengakui, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang kuartal I-2015 terjadi perlambatan pertumbuhan produksi industri manufaktur pakaian jadi, karet, barang dari karet dan plastik serta industri kertas, barang dari kertas dan industri peralatan listrik masing-masing turun sebesar 3%, 3,94%, 4,04%, dan 4,74%, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. "Saat ini ekonomi melambat, permintaan menyusut dan produksi ikut susut," jelas Sjarif.
Lonjakan tarif listrik tak cuma memukul sektor produksi. Para pedagang peritel, utamanya penyewa ruang mal, akan terpapar kenaikan tarif listrik ini.
Sebab, pengelola mal akan mengerek tarif sewa ruang untuk menutupi ongkos operasional. "Kami akan menaikan services charge 5%," kata Michael Yong, Sekretaris Perusahaan PT Summarecon Agung Tbk.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News