Reporter: Oginawa R Prayogo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia meminta adanya kepastian hukum dalam pelaksanaan bisnis pengelolaan hulu minyak dan gas (migas). Permintaan Kadin itu menyusul pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Usaha Minyak dan Gas (BP Migas) oleh Mahkamah Konstitusi.
Permintaan Kadin tersebut disampaikan Firlie Ganinduto, Ketua Komite Tetap Hulu Migas Kadin saat diskusi “Membedah Hukum Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial di Sektor Migas”, Rabu (14/11). "Industri migas butuh investasi yang padat modal dan teknologi tinggi, jadi kami butuh kepastian hukum. Kami tunggu kepastian itu dalam 1 - 2 hari ke depan," ujarnya.
Firlie bilang, jika tidak ada kepastian hukum dalam waktu dekat, maka risikonya adalah, kinerja industri migas akan terhambat. Setelah itu, efek pembubaran BP Migas bisa berpengaruh pada stagnannya investasi di dalam industri hulu migas.
"Saat UU Migas tahun 2001 diterapkan, investasinya stagnan 5 tahun, karena para pemain 'wait and see' terhadap kebijakan baru itu," ujar Firlie.
Selain masalah kepastian hukum, Firlie mengkhawatirkan nasib keberlangsungan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). "Artinya, BP Migas yang sudah 10 tahun dengan UU saja bisa dibubarkan, apalagi kontrak KKKS yang di teken sebelumnya," ungkap Firlie.
Firlie menambahkan, jika melihat pasal-pasal yang ada di dalam KKKS, maka akan ada juga pasal yang tidak sesuai dengan UUD 1945. "Yang berlandaskan hukum saja bisa dibubarkan, apalagi ini yang hanya tanda tangan kontrak," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News