Reporter: Gloria Haraito | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perusahaan minyak dan gas (migas) lokal sebaiknya segera atur strategi. Sebab, sebentar lagi Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BPMigas) bakal mengeluarkan revisi Petunjuk Tata Kerja (PTK) Pengelolaan Rantai Pasokan Kontraktor Kerja Sama No.007-Revisi1/PTK/2009. PTK ini merupakan petunjuk pelaksana (juklak) Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No.102/2009 tentang Peningkatan Produksi Dalam Negeri.
Dalam revisi aturan nanti, ada beberapa hal yang dijadikan perhatian. Beberapa diantaranya, pemberian sanksi kepada pengusaha pengusaha lokal yang menggunakan barang luar negeri dan persentase tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).
Dalam aturan yang telah ada, suatu pengadaan barang dan jasa mesti memenuhi TKDN custom made sebesar 25%. Perhitungan custom made ini hanya memperhatikan biaya utama pembentuk harga seperti biaya bahan baku dan proses perakitan. Lalu, setelah ditambah dengan komponen pendukung lainnya macam transportasi dan asuransi tenaga kerja, bobot ini mencapai 40%.
Nah, selama ini perhitungan 40% itu dianggap bulat sebagai TKDN. Padahal, belum tentu kandungan lokal murni mencapai 25%. Deputi Umum BPMigas, Hardiono mengatakan, tahun lalu total belanja industri minyak dan gas bumi (migas) mencapai US$ 11 miliar. Dari anggaran tersebut, porsi pengadaan barang dan jasa mencapai 80%. Nah, dari pengadaan barang dan jasa tersebut, sebesar 30% telah memenuhi TKDN.
"Tapi TKDN yang dimaksud di sini price based, yaitu harga custom made ditambah biaya lain-lainnya," terang Hardiono kepada KONTAN, Rabu pekan silam. Realisasi ini sangat jauh dari target cetak biru BP Migas untuk TKDN sebesar 40% tahun 2009 dan 55% tahun 2010.
Karenanya, dalam revisi aturan nanti BPMigas akan memperjelas bobot TKDN dalam pengadaan barang dan jasa. Tujuannya agar pengusaha lokal bisa ambil bagian meraup anggaran belanja migas tahun ini. Namun persoalan yang kemudian timbul ialah soal ketersediaan barang.
Ketentuan selanjutnya yang termaktub dalam PTK 007 ialah soal syarat kandungan lokal suatu perusahaan wajib mencapai 25%. Saat ini sudah ada usulan untuk menurunkan TKDN menjadi 15%. Alasannya, untuk mencapai nilai 25%, tentu ada teknologi dan proses tertentu. Misalnya, dalam pengadaan pipa, biasanya produk lokal baru bisa mencapai 15%.
Agar bisa mencapai 25%, ada teknologi tinggi yang membutuhkan investasi besar contohnya heat treatment. Di Indonesia, baru dua perusahaan yang bisa melakukan teknologi tersebut, yakni PT Citra Tubindo Tbk dan PT Seamless Pipe Indonesia Jaya. "Masa setiap kali tender cuma dua usaha ini saja yang ikut, nanti dikira monopoli, maka ada masukan untuk diturunkan agar pengusaha lainnya bisa ikut berpartisipasi," ujar Hardiono.
Lalu, revisi juga akan menyinggung tentang keikutsertaan broker atau trader. Hardiono mengatakan, selama barang yang ditenderkan bisa diproduksi di Indonesia, maka barang lokal wajib dipakai. Dengan begitu, peran serta broker akan membuat harga lebih mahal ketimbang produsen ikut langsung dalam tender. Itu sebabnya, Hardiono menegaskan, mekanisme tender akan membuat peluang broker untuk menang kecil.
Di sisi lain, untuk barang-barang yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, seperti contohnya kapal ukuran besar dengan panjang 350 meter, maka barang harus didatangkan dari luar negeri. "Untuk barang-barang yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, maka peran broker feasible untuk ikut tender," lanjut Hardiono.
Tahun ini, total belanja migas diperkirakan tak bergerak jauh dari tahun lalu, yakni sekitar US$ 11 miliar hingga US$ 12 miliar. Sekitar 80% akan dipakai untuk pengadaan barang dan jasa. Sementara 20% sisanya akan dipakai untuk biaya operasional perusahaan migas. Hardiono berharap, TKDN tahun ini berdasarkan custom made bisa meningkat dari tahun lalu. Sementara besaran persentase TKDN-nya, masih akan menunggu revisi PTK 007 yang terbit sekitar kuartal satu atau kuartal dua nanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News