Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Hingga Agustus tahun ini, Perum Bulog sudah menyerap 1,7 juta ton gabah/beras. Melihat serapan Bulog saat ini, Dwi Andreas, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) berpendapat bahwa Bulog akan kesulitan mencapai target yang telah ditetapkan hingga akhir tahun.
Di mana Bulog menargetkan akan mampu menyerap 3,2 juta ton untuk kewajiban pelayanan publik (PSO), sementara 500.000 ton untuk komersial.
"Kalau kita bicara realitas yang ada, pencapaian itu akan sulit. Kan 1,7 juta ton sampai Agustus, berarti Bulog perlu menyerap 1,5 juta ton lagi. Sementara, saat ini harga gabah di tingkat petani sudah jauh lebih tinggi dibandingkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP)," tutur Dwi kepada KONTAN, Selasa (29/8).
Menurut Andreas, salah satu upaya yang bisa dilakukan Bulog untuk dapat menyerap gabah/beras adalah dengan menaikkan harga pembelian pemerintah.
Andreas pun mengakui, walaupun Bulog menaikkan harga pembeliannya hingga 10% dari HPP yang ditetapkan, penyerapan ini masih sulit dilakukan mengingat saat ini Indonesia tengah mengalami musim paceklik.
Harga pembelian untuk gabah kering panen pun sudah mencapai Rp 4.000 hingga Rp 4.500 per kg. "Kalau dulu saat panen raya, Bulog memang bisa membeli gabah sebesar Rp 3.700 per kilogram. Kalau menurut saya di musim-musim sekarang ini tentunya masih sulit," jelas Dwi.
Meski begitu, Dwi juga mengatakan dengan adanya penetapan Harga Eceran tertinggi (HET) beras yang baru ditetapkan pemerintah, Bulog berpeluang untuk menyerap gabah dari petani. Apalagi, dengan adanya HET ini, harga menjadi tertekan turun. Dengan harga pembelian yang turun, maka Bulog memiliki kapasitas untuk menyerap gabah/beras.
Menurut Dwi, pemerintah harus cermat menghitung stok beras yang ada. Pasalnya, bila terjadi kekeliruan maka harga beras akan terus menanjak. Untuk mengoreksi kenaikan harga ini dibutuhkan waktu yang lama pula.
"Sekarang ini sudah terjadi gerakan harga ke atas, padahal harga beras saat ini sudah sangat tinggi. Bertahan tinggi saja, walau tidak naik kita sudah bertanya-tanya pada stok beras di Indonesia, apalagi kalau sampai meningkat. Karena itu pemerintah perlu memperhitungkan stok beras dengan cermat supata tidak mengulang kesalahan yang sama," tandas Dwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News