kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cukai plastik dipungut, setoran lain bisa tekor


Senin, 27 Juni 2016 / 10:39 WIB
Cukai plastik dipungut, setoran lain bisa tekor


Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Niat pemerintah menerapkan kebijakan cukai plastik untuk minuman berkemasan mulai Juli 2016 mendapat tentangan dari pelaku industri minuman. Pengusaha menilai, tujuan pemerintah atas kebijakan itu bukan menjaga lingkungan hidup tapi cuma mengerek penerimaan. 

Beberapa pengusaha mengendus, motif utama pemerintah menetapkan cukai untuk minuman berkemasan plastik semata-mata mengeruk setoran cukai. Salah satu kelompok pengusaha penolak adalah, Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim). 

"Kami sudah pasti menolak. Cukai dijadikan sarana mencari pendapatan," kata Triyono Prijosoesilo, Ketua Umum Asrim saat dihubungi KONTAN, Minggu (26/6). Ada dua alasan, mengapa Asrim menolak pengenaan cukai pada kemasan minuman tersebut. 

Pertama, sampah plastik minuman berkemasan tidak berdampak signifikan ke lingkungan. Sebab, sebagian besar sampah plastik didaur ulang sektor informal. 

"Tidak tepat kalau disebut mencemari lingkungan. Sampah plastik botol di tempat pembuangan akhir (TPA) masih di bawah 1%," kata Triyono.

Kedua, upaya mencari pendapatan cukai lewat minuman ringan bakal menjadi bumerang bagi pemerintah. Bukannya untung malah bisa buntung. Karena kinerja industri minuman bisa turun yang berdampak pada penurunan setoran pajak jenis lain.

"Pemerintah justru bisa merugi," kata Triyono. 

Dari hasil hitungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia memperkuat pernyataan Triyono. Dengan asumsi cukai gelas plastik Rp 50 per gelas atau Rp 200 per botol, negara bisa meraih pendapatan Rp 1,91 triliun setahun. 

Tapi, saat bersamaan negara berpotensi kehilangan penerimaan Rp 2,44 triliun dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPH) Badan usaha. 

"Pemerintah bisa rugi Rp 528 miliar setahun," papar Eugenia Mardanugraha, Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Jumat (24/6).

Tanpa merinci asumsi total perkiraan penjualan tahun ini, Eugenia memperkirakan, permintaan minuman bakal susut Rp 10,1 triliun per tahun akibat kebijakan ini.

Sebab beleid ini memaksa produsen menaikkan harga jual barang mereka. Saat harga jual naik volume penjualan produk makanan dan minuman turun. 

Meski ada penolakan, namun Kementerian Keuangan tetap memberlakukannya. "Masih lanjut. Tidak ada arahan membatalkan," kata Nasrudin Joko Suryono, Kepala Kepabeanan & Cukai, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×