Reporter: Ardian Taufik Gesuri, Febrina Ratna Iskana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
OSAKA. Daihatsu Motor Company berharap pemerintah Indonesia melanjutkan kebijakan memberikan insentif fiskal produk low cost green car (LCGC). Sebab, program LCGC ini mampu mendorong pengembangan produksi mobil di Indonesia.
Masahiro Fukutsuka, Director Senior Managing Executive Officer Daihatsu Motor Company Ltd (10/6) mengaku terkejut ketika mendengar kabar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin merevisi kebijakan itu. "Insentif pajak sangat diperlukan untuk mendukung industri ini," ujar Fukutsuka, di sela-sela acara makan malam bersama manajemen Astra Daihatsu Motor (ADM) dan pemimpin redaksi media massa dari Indonesia.
ADM, anak usaha Astra International dan DMC, terbilang sebagai pionir, yang memproduksi LCGC sejak September 2013. Melalui pabriknya di Karawang, Jawa Barat, yang berkapasitas 540.00 unit mobil per tahun, saat ini produksi LCGC mencapai 10.000 unit-11.000 unit sebulan. Komposisinya Toyota Agya banding Daihatsu Ayla 2:1. Bahkan kini mampu mencatatkan ekspor sekitar 1.000 mobil per bulan.
Menurut Fukutsuka, industri otomotif membutuhkan dana investasi besar. Karena itu, ia berharap ada konsistensi kebijakan pemerintah. Kendati begitu, para pimpinan puncak Daihatsu menegaskan komitmen mereka untuk tetap melanjutkan pengembangan produksi LCGC Daihatsu di Indonesia, kalaupun pemerintahan Jokowi merevisi kebijakan. Bahkan, seperti dinyatakan sendiri oleh Presiden Daihatsu Motor Company Masanori Mitsui, ketika menyambut rombongan ADM dan pemimpin redaksi di kantor pusat Daihatsu, Osaka (9/6), DMC mendukung penuh alih teknologi dan rancang bangun di pabrik Daihatsu Karawang, yang ditargetkan tercapai pada 2019 mendatang.
Mitsui mengungkapkan, sebelumnya mereka berpikir mobil yang didesain, dirancang bangun, dan diproduksi di Jepang pasti laku di pasar karena sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Tetapi keyakinan itu ternyata salah setelah mereka melakukan riset pasar. "Kami merasa malu, bahwa kami salah," ucap Mitsui.
Karena itulah Daihatsu berkomitmen mengembangkan konsep 'just fit for Indonesia' pada pabriknya di Karawang. "Kondisi jalan, cuaca, dan iklim yang berbeda, memerlukan lokalisasi produksi agar diterima pasar," lanjutnya. Rancang bangun sendiri Sebagai gambaran, bisnis Daihatsu di Indonesia selalu mencatatkan kerugian ketika dikontrol penuh oleh Jepang hingga tahun 2000-an.
Kondisi ini berbalik menghijau setelah pabrik ADM di Karawang meluncurkan Daihatsu Xenia dan Toyota Avanza. Kini Xenia sudah mengandung 86% komponen lokal. Dan kisah sukses itu pun berlanjut dengan produk LCGC Ayla dan Agya, yang didesain oleh karyawan ADM, Mark Wijaya. Kini kandungan lokal Ayla (dari bahasa Sanskerta yang berarti cahaya) dan Agya (berarti cepat) mencapai 90%.
Komitmen Daihatsu Motor Co untuk transfer teknologi itu bisa dipahami. Pertama, kepemilikan saham mereka mayoritas, mencapai 68% lebih. Kedua, konsep LCGC sesuai dengan fokus Daihatsu yang mengandalkan konsep SSC: simple, slim, compact sehingga produk mereka bermesin sangat efisien.
Dengan full support dari Daihatsu Jepang, dan didukung 150 tenaga riset dan pengembangan (R&D) asli Indonesia, Daihatsu mengejar terciptanya mobil hasil rancangan bangun sendiri, tanpa harus menyandang status sebagai mobil nasional. "Pengertian mobil nasional itu apa? Kami tanya pada pemerintah, definisinya apa?" ujar Sudirman Maman Rusdi, Presiden Direktur Astra Daihatsu Motor.
Apalagi kendala membangun merek sendiri sangatlah berat dan mahal, dan belum tentu diterima pasar. Karena itu mereka mengejar transfer teknologi sehingga bisa 100% merancang bangun, mendesain, dan produksi sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News