kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.503.000   7.000   0,47%
  • USD/IDR 15.511   28,00   0,18%
  • IDX 7.760   25,02   0,32%
  • KOMPAS100 1.205   3,50   0,29%
  • LQ45 961   2,42   0,25%
  • ISSI 234   1,13   0,48%
  • IDX30 494   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 593   1,74   0,29%
  • IDX80 137   0,38   0,27%
  • IDXV30 142   -0,50   -0,35%
  • IDXQ30 164   0,08   0,05%

Ekspor Kakao Memble


Rabu, 10 Maret 2010 / 21:15 WIB
Ekspor Kakao Memble


Reporter: Asnil Bambani Amri |


JAKRTA. Walalupun harga membaik, namun rupanya petani dan eksportir kakao belum bisa mengenjot ekspor periode Januari dan Februari 2010 ini. Hal ini terjadi karena musim panen puncak kakao diperkirakan masih terjadi pada bulan Juni mendatang. Artinya, petani terpaksa harus bersabar dulu menunggu musim panen datang.

“Realisasi eskpor pada bulan Januarti dan Februari itu merupakan carry over tahun 2009,” kata Halim Razak, ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo). Herman bilang, semester pertama tahun ini ini produksi tidak banyak sehingga ekspornya akan lebih rendah dibandingkan semester kedua.

Nasib eskpor kakao ini rupanya tidak jauh beda dari kopi yang juga mengalami penurunan ekspor di Januari dan Februari karena belum masuk musim panen. Sementara itu ketua Askindo Sulawesi Tengah Herman Agan kepada Blooemberg bilang kakao yang baru dikapalkan selama dua bulan terakhir baru 39.615 ton biji kakao akan tetapi naik sedikit dibandingkan ekspor diwaktu yang sama tahun lalu sebanyak 34.164 ton. “Ini normal karena produksi belum memasuki masa panen,” kata Herman.

Prediksi Herman berbeda dengan Halim, ia menyebutkan panen kakao di Sulawesi tengah diprediksi akan terjadi panen puncak di bulan April dam Mei mendatang. Sementara itu dari sisi produksi, Halim mencurigai ada penurunan produktifitas panen yang terjadi dua bulan bekalangan ini.

“Biasanya ada 140 biji dalam 100 gram, sekarang hanya 115 biji per 100 gram,” kata Halim. Sehingga biji kakao yang dipanen dua bulan terakhir lebih kecil dibandingkan hasil panen tahun lalu. Seharusnya, produktifitas panen kakao mengalami peningkatan karena tahun 2009 lalu Kementerian Pertanian sudah mengguyur Rp 300 miliar untuk membiayai pupuk petani kakao.

“Saya heran, padahal pemerintah membagikan pupuk itu secara gratis,” jelasnya. Jika pemupukan itu sudah dilakukan oleh petani, maka Halim meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap pupuk yang diberikan kepada petani tersebut karena berbeda jenisnya dengan pupuk yang biasa dipakai petani.

Akibat pemberian pupuk oleh pemerintah itu, petani menbgganti penggunaan pupuk urea yang biasa digunakan dengan menggunakan pupuk dari pemerintah yang berbentuk tablet.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×