Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kemtan) sedang gusar. Instansi ini mengultimatum enam raksasa pekebun kelapa sawit anggota Indonesia Palm Oil Pledge (IPOP) agar segera membubarkan diri. Jika peringatan tak digubris lagi, Kemtan akan mengusir dan membekukan lima perusahaan tersebut.
Pekan depan, Kemtan akan mengirim peringatan kedua dan terakhir kepada enam korporasi perkebunan kelapa sawit anggota IPOP. Enam anggota IPOP adalah PT Astra Agro Lestari Tbk, Wilmar Indonesia, Cargill Indonesia, Golden Agri Resources, Asian Agri, dan Musim Mas Group.
Maklum, Desember 2015, Kemtan merilis surat peringatan pertama supaya anggota IPOP menyerap Tandan Buah Segar (TBS) para petani. Kemtan juga memerintahkan IPOP dibubarkan. Namun, surat peringatan tersebut tak digubris.
Dus, "Bila masih membandel, kami akan mengusir mereka dari wilayah Indonesia," tandas Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan Kemtan, kepada KONTAN, Rabu (17/2)
Gamal menyatakan, Kemtan akan membubarkan paksa lewat persetujuan Menko Perekonomian dan meminta kepala daerah untuk mencabut izin usaha mereka jika tetap membandel.
Dia menyatakan bahwa pembubaran IPOP dan ancaman pengusiran itu telah disetujui oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Langkah Kemtan ini berkaitan dengan hasil temuannya bahwa panen kelapa sawit petani kecil banyak yang tidak diserap oleh enam pekebun kelapa sawit tersebut.
Alasan mereka, sejumlah petani sawit belum menerapkan kebijakan sawit ramah lingkungan, sesuai dengan standar IPOP yang mereka ikuti.
Agus Purnomo, Direktur PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART), anak usaha Golden Agri Resources, kaget atas ancaman ini. Dia mengklaim, selama ini, pihaknya selalu taat pada aturan pemerintah.
Namun, Agus membenarkan bahwa anggota IPOP tidak membeli buah kelapa sawit yang ditanam di kawasan konservasi dan kawasan hutan. Mereka tak ingin disebut penadah sawit ilegal.
Firman Soebagyo, Anggota Komisi IV DPR mendukung langkah pemerintah membubarkan IPOP. Namun, ia menyarankan pemerintah membuat regulasi dan aturan main yang jelas terlebih dahulu. Apalagi, peringatan yang dilayangkan pada perusahaan sawit besar itu tanpa batas waktu, sehingga rawan diabaikan kembali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News