kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Eropa larang hasil pertanian dengan pestisida


Selasa, 14 April 2015 / 12:53 WIB
Eropa larang hasil pertanian dengan pestisida


Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Indonesia bakal menghadapi tantangan lebih berat di pasar perdagangan internasional. Komisi Eropa kian memperketat hasil pertanian yang masuk ke negaranya dengan membatasi kandungan zat pangan hasil pertanian yang dikategorikan Endocrine Disruptors (ED). Zat ini biasanya terbawa dari pestisida. Kebijakan tersebut dikhawatirkan akan menampar nilai ekspor Indonesia ke Uni Eropa (UE).

Kantor Besar Republik Indonesia (KBRI) Brussels mencoba menghitung, potensi nilai kerugian ekspor akibat kebijakan tersebut mencapai 3,3 juta euro. Produk pertanian dan pangan yang selama ini diekspor ke UE adalah minyak nabati, kopi dan bahan pakan hewan.

Sebagaimana diketahui, ED adalah zat yang mengganggu sintesis, sekresi, transportasi, ikatan, tindakan, atau penghapusan hormon alami dalam tubuh manusia. Jika dikonsumsi akan menganggu perilaku, kesuburan dan pemeliharaan metbolisme sel secara normal manusia.

Organisasi Internasional yakni European Crop Protection (ECPA) yang bekerjasama dengan CropLife Amerika dan Kanada menghitung dampak ekonomi atas penerapan larangan perdagangan produk tersebut. Nilai perdagangan produk pertanian atau pangan dunia sebesar 65,3 milyar euro.

Komoditas pertanian yang akan dilarang adalah: buah-buahan dan biji-bijian. Lalu, pakan hewan, bijian minyak dan kacang-kacangan. Kopi, teh, dan rempah. Kemudian, minyak nabati, serealia, cocoa, sayuran dan gula.

Yusni Emilia Harahap, Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian (P2HP) mengatakan, pihaknya terus menyosialisasikan agar petani mulai bercocok tanam secara organik. Meskipun ongkos yang harus dikeluarkan untuk produksi lebih mahal. Namun, kepastian pasar untuk menerima produk Indonesia lebih terbuka.

Emilia mengakui bahwa saat ini pengembangan pertanian organik memang belum mendapat insentif dari pemerintah. Sehingga, belum banyak yang tertarik untuk menerapkan tanaman pola organik. "Kami baru sebatas sosialisasi bahwa ada pola tanaman yang sehat dan pasarnya lebih luas," tandas Emilia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×