Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. PT Adaro Energy Tbk melalui anak usahanya PT Adaro Indonesia dan PT Indonesia Bulk Terminal telah mengakhiri hubungan kerjasama
dengan PT Shell Indonesia terkait dengan pasokan dan pengelolaan infrastruktur bahan bakar minyak yang telah ada selama ini.
"Pengakhiran kerja sama ini akan berlaku efektif pada tanggal 1 November 2015," ujar Sekretaris Perusahaan Adaro Energy Tbk Mahardika
Susanto dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Rabu (16/9).
Dengan begitu, per 1 November 2015 PT Shell Indonesia wajib mengalihkan seluruh kepemilikan dan penguasaan atas fasilitas infrastruktur bahan
bakar minyak milik PT Shell Indonesia yang terletak di Pelabuhan Mekar Putih kepada PT Indonesia Bulk Terminal.
Asal tahu saja, pada 1 September 2009, Adaro melalui PT Indonesia Bulk Terminal menandatangani perjanjian kerja sama fasilitas bahan bakar.
Berdasarkan perjanjian ini, Shell setuju membangun fasilitas penampungan BBM dengan kapasitas minimum 60.000 ton minyak diesel diatas tanah
milik Indonesia Bulk Terminal.
Kedua pihak juga sepakat membangun fasilitas bongkar muat minyak diesel bersama.
Seharusnya perjanjian ini baru berakhir pada 31 Desember 2022. Pada akhir perjanjian Shell akan mengalihkan kepemilikan fasilitas penampungan itu kepada Indonesia Bulk Terminal.
Namun, sayangnya perjanjian ini diakhiri lebih awal, menyusul ditandatanganinya perjanjian kerja sama strategis antara Adaro Energy Tbk dan PT Pertamina (Persero) pada 11 September 2015 silam.
Kerja sama strategis itu mencakup bidang infrastruktur, transportasi, dan pemenuhan kebutuhan BBM. Rinciannya, pertama, kerja sama pemenuhan kebutuhan BBM biosolar untuk kegiatan Adaro Energy dan afiliasinya.
Volume jual beli BBM yang disepakati adalah sekitar 400.000-550.000 KL/tahun, dengan jangka waktu hingga 2022.
Kedua, kerja sama Fuel Facilities Agreement dengan PT Indonesia Bulk Terminal , anak usaha Adaro untuk kerja sama sewa dan pemanfaatan terminal BBM milik
perusahaan di Mekar Putih, Pulau Laut, Kota Baru, Kalimantan Selatan yang terdiri dari storage tank dengan kapasitas total sebesar 60.000 Metrik Ton dan
2 fasilitas jetty dengan total kapasitas sebesar 1,4 juta KL/tahun.
Direktur Utama Adaro Energy Garibaldi Thohir mengatakan sebelumnya, Adaro membeli bahan bakar dari perusahaan asing tersebut dengan nilai US$ 330 juta sampai US$ 340 juta per tahun.
"Sekarang kita beli dari Pertamina, transaksinya dalam mata uang rupiah,"ujar dia.
Meski demikian, ia tak mengungkap besaran efisiensi yang diraih perusahaan dengan pengalihan pembelian dan pengelolaan infrastruktur BBM dari Shell ke Pertamina.
Coorporate Communication Departemen Head Adaro Energy Arman Alex Siwu menolak mengungkap konsekuensi dari pengakhiran kerja sama Shell dan Adaro tersebut.
"Kami belum bisa berkomentar atas pertanyannya," tegasnya.
Belanja Modal
Hingga Semester I 2015 PT Adaro Energy Tbk sudah merealisasikan belanja modal sebesar US$ 42 juta. Dana tersebut digunakan untuk pemeliharan rutin dan penggantian alat-alat berat termasuk spare part-nya.
Selama semester I 2015 , perusahaan membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 1,39 miliar, turun 17,75% dibandingkan pada semester I 2014 sebesar US$ 1,69 miliar.
Sementara itu, laba bersih perusahaan pada semester I 2015 adalah sebesar US$ 119,15 juta, lebih kecil dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai US$ 167,50 juta.
"Kami sudah memproduksi batubara sebanyak 29,5 juta ton selama semester I 2015,"ujar Arman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News